TERAKHIR saya masuk ke Pasar Pagi sekitar tujuh tahun lalu. Waktu itu, misinya mencari tas untuk seminar kit. Rekomendasi datang dari seorang kawan karena harganya lebih miring daripada di tempat lain. Begitu masuk, suasananya seperti pasar tradisional umumnya. Ramai di lantai bawah, tetapi semakin naik, semakin sepi.
Di lantai tiga, pemandangan lebih memprihatinkan. Petak kios tak terurus, cat dinding kusam, plafon ada yang mengelupas, dan mayoritas rolling door tertutup. Bangunan ini memang sudah melewati masa layaknya. Karena itulah, ketika Wali Kota Samarinda Andi Harun memutuskan untuk merombak total Pasar Pagi, saya menilai langkah ini bukan hanya tepat, tapi sudah seharusnya dilakukan sejak lama.
Belum lama ini, Wali Kota meninjau langsung progres pembangunan bersama Wakil Wali Kota, asisten, jajaran PUPR, dan pejabat terkait. Saya mendapat foto dan video pendeknya dari Dimas Adi Saputra, wartawan Media Kaltim. Rombongan berjalan dari arah Jalan Tumenggung, jalur yang nantinya menjadi akses utama pasar dan terhubung dengan kawasan Masjid Raya Darussalam.
Eksterior pasar kini berubah total. Area luarnya luas, dengan akses jalan yang masih dalam penataan. Jalur pedestrian dan pintu masuk utama sudah terbentuk. Bangunan bertingkat bercat cerah ini punya banyak bukaan besar untuk pencahayaan dan sirkulasi udara alami tanpa AC. Atapnya lebar, dengan overhang untuk menahan panas dan hujan.

Masuk ke dalam, lantai berkeramik. Deretan kios berbagai ukuran sudah tertata rapi. Sebagian besar sudah terpasang pintu. Lorongnya lebar, memudahkan pergerakan pembeli. Setiap lantai punya empat toilet. Ventilasi mengandalkan jendela besar dan kisi-kisi terbuka. Dari lantai atas, Sungai Mahakam terlihat jelas, bonus pemandangan yang tidak semua pasar punya.
Andi Harun memeriksa beberapa titik, termasuk fasilitas toilet, sambil memastikan standar kebersihan dan kenyamanan. Andi Harun menegaskan filosofi pasar tradisional harus tetap terjaga. Ada interaksi langsung antara pedagang dan pembeli.
Pedagang lama akan diutamakan kembali menempati lapak, dengan ragam dagangan tetap bebas. Dari minyak goreng sampai minyak pelet. Hanya kemasannya yang kini lebih modern.
Wali Kota juga menekankan, desain baru ini bukan untuk mengubah karakter pasar tradisional, tetapi untuk menghapus kesan kumuh dan becek. “Bangunannya kita modernkan supaya tidak terkesan pasar tradisional itu becek. Tapi fungsi pasar tradisionalnya tetap sama seperti semula,” katanya.
Dalam catatan sejarah, Pasar Pagi berdiri sejak 1946, menjadi pusat perniagaan Samarinda pasca penetapan sebagai ibu kota kewedanaan. Dari bangsal kayu sederhana, pasar ini berkembang menjadi ikon perdagangan, sebelum posisinya digeser Pasar Segiri pada 1978. Revitalisasi kali ini adalah babak baru setelah bangunan lama dibongkar pada awal 2024 dan 1.500 pedagang direlokasi ke Segiri Grocery, Mesra Indah Mall, dan Pasar Sungai Dama.
Jika sesuai rencana, Pasar Pagi akan beroperasi penuh pada 2026. Bedanya, kali ini hadir dengan wajah rapi, sehat, dan punya daya tarik wisata. Harapannya, pasar ini tidak hanya ramai di awal pembukaan, tetapi juga bertahan sebagai pusat ekonomi rakyat untuk puluhan tahun ke depan.
Proyek ini memang sempat mendapat penolakan dari sebagian pedagang, namun akhirnya terealisasi. Tak bisa dimungkiri, Andi Harun berhasil mengawal revitalisasi pasar ini. Kini, para pedagang tentu menaruh harapan besar untuk segera kembali berjualan di tempat yang layak dan warga Samarinda menanti kembalinya denyut Pasar Pagi seperti masa jayanya. (*)
Oleh : Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.