spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pengamat Ekonomi Nilai Kenaikan NTP Belum Berdampak Positif bagi Petani di Kaltim

 

SAMARINDA – Meskipun terjadi kenaikan nilai tukar petani (NTP) di Kalimantan Timur (Kaltim) pada Februari 2024, para petani di Kaltim masih menghadapi tantangan serius terkait kesejahteraan mereka. Menurut Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman, Purwadi Purwoharsojo, kenaikan NTP yang baru-baru ini dirilis oleh BPS Kaltim tidak berdampak positif secara signifikan.

Peningkatan sebesar 1,61 persen dibandingkan dengan Januari 2024 belum mampu menutup kesenjangan dengan tingginya tingkat inflasi, yang mencapai 3,28 persen secara tahunan. Purwadi menyoroti bahwa kesejahteraan petani masih bergantung pada kondisi ekonomi dan tingkat inflasi di Kaltim.

“Inflasi yang tinggi di atas rata-rata nasional, terutama di daerah seperti Berau dan Penajam Paser Utara, semakin mengancam kesejahteraan petani,” ungkapnya.

Sumber Daya Alam (SDA) masih menjadi kontributor utama perekonomian Kaltim yang mencapai sekitar 40 persen. Sementara sektor pertanian hanya menyumbang sekitar 8 persen. Akademisi ini menyoroti pentingnya rencana transformasi ekonomi oleh pemerintah daerah untuk mengatasi potensi habisnya SDA.

Peningkatan inflasi terutama terkait kesulitan pangan dan sektor transportasi, turut memperburuk nilai uang dan mengancam stabilitas ekonomi jangka panjang. Purwadi membandingkannya dengan kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) pada 2023 yang dinilainya tidak sebanding dengan inflasi yang terus meningkat.

Baca Juga:   Soal Kejadian di Desa Rempanga, Ini Kata Seno Aji

Purwadi mendesak pemerintah untuk serius mengatasi masalah ini, mencari alternatif pendapatan melalui sektor pertanian, barang, dan jasa, meskipun mengakui bahwa hal ini tidak mudah tanpa infrastruktur yang kuat.

Upaya sebelumnya, seperti rencana Food Estate dan gagasan kedaulatan pangan, dinilai Purwadi belum memberikan hasil yang memuaskan. Ia menyoroti perlunya intervensi pemerintah untuk mengendalikan inflasi, terutama dengan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di depan mata.

Purwadi juga mengkritik kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah, menyebutnya menguntungkan petani dari negara lain sementara merugikan petani lokal. Ia menekankan pentingnya memberdayakan petani lokal dengan menghentikan impor beras, yang dapat meningkatkan nilai NTP di atas tingkat inflasi.

“Sidak intensif harus digencarkan oleh pemerintah untuk mencegah penimbunan yang merugikan rakyat. Distribusi beras harus terjaga, terutama menghadapi prediksi kenaikan harga hingga Lebaran nanti,” tutup Purwadi, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unmul.

Pewarta: Hanafi
Editor: Andi Desky

BERITA POPULER