SAMARINDA– Kematian Bertha Mini Jama berjenis kelamin perempuan berusia 56 tahun, warga Palaran dianggap banyak kejanggalan. Hal ini membuat pihak keluarga menganggap adanya “permainan” didalam penanganan kasus ini.
Kuasa Hukum pihak keluarga korban, Tino Heidel Ampulembang menuturkan, kejadian pertama yang janggal, pada rekontruksi ulang yang dilakukan pada Minggu 24 Maret 2024, yang mengatakan bahwa korban berjalan kaki hanya dengan waktu yang sangat singkat dari Rumah Sakit Atma Husada.
“Seharusnya, jika normal berjalan kaki dari Atma Husada ke Jalan Pangeran Hidayatullah itu kurang lebih 17 menit, sedangkan itu hanya 5 menit saja, banyak kejanggalan. Seharusnya kepolisian lebih mendalami kasus ini, baik dari saksi maupun bukti-bukti yang didapat di Tempat Kejadian Perkara (TKP), sehingga kasus ini dapat terungkap baik dari CCTV yang katanya otomatis terhapus selama 12 hari,” terang Toni.
Lanjut Toni, Bertha ini sudah tua sehingga tidak memungkinkan hanya berjalan kaki secepat keterangan yang didapat. Ada kemungkinan lainnya, seperti Bertha diantar oleh seseorang hanya saja tidak sampai di depan Kimia Farma. Lalu, pada saat penemuan mayat Bertha, diduga terdapat luka lebam di wajahnya yang sudah membusuk, hingga bernanah.
“Pada CCTV terlihat, Bertha ini mondar-mandir di depan CCTV, lalu masuk ke dalam Kimia Farma. Kejanggalan berikutnya, wakar yang diperintahkan mencari yang tercium bau bangkai, pada tanggal 17 Februari 2024 pukul 17.00 Wita, sedangkan Bertha ditemukan pada esoknya, yaitu pada 18 Februari 2024. Yang disayangkan, kepada dia tidak langsung cari bangkai itu, tapi justru dia melaksanakan itu di hari esoknya. Ya, ini yang sangat janggal besar, apakah wakar ini atau pihak Kimia Farma mengetahui ada sesuatu di dalam gudang itu,” ujarnya.
Menurutnya, wakar tersebut menyatakan bahwa plywood yang ada di gudang itu hanya satu yang menutupi dari dalam, dan ditutup ram nyamuk dari luar. Saat rekonstruksi ulang, ternyata pihak kuasa hukum keluarga korban menemukan, ada dua plywood yang menutupi, sehingga dengan cepat wakar tersebut mengklarifikasi kembali mengatakan, memang benar ada dua plywood.
“Kalau wakar ini betul-betul melaksanakan perintah, pasti dia tahu persis. Tapi ini merasa seperti ketakutan, belum selesai kita interogasi, ia ingin langsung pergi dari TKP,” beber Toni.
Kemudian, kejanggalan lainnya terdapat pada suami dari Bertha Mini Jama. Di mana, Toni menyebut sebagai suami sangat lalai. Saat mengetahui istrinya hilang, sebagai suami tidak ada panik yang terlihat.
“Suaminya tidak menunjukkan tanda-tanda kepanikan, melaporkan kepada polisi saat keluarga memaksa. Suami dari korban ini juga pernah dilaporkan ke Polsek setempat, tetapi tidak ditanggapi, ia pernah melakukan pemukulan, dan penyekapan terhadap korban,” tuturnya.
Sosok korban sendiri, dianggap tetangganya sangat bersosial, sangat patuh dan tunduk terhadap suami. Sehingga, hal itu justru menciptakan dugaan kuat terhadap kuasa hukum yang melihat CCTV, bahwa korban sudah seperti didikte untuk masuk ke mana.
“Melihat dari sejarahnya, dia sangat patuh dan tunduk kepada suaminya. Pernah waktu pulang dari kantor depan, korban disuruh suaminya menunggu dipintu, dan benar ia menunggu sampai malam. Dan ini menjadi dugaan saya, melihat dari CCTV ia seperti diberi petunjuk untuk masuk ke mana dahulu, kemudian kejanggalan terakhir, suami korban saat ini tidak tahu keberadaannya di mana, karena menurut keluarga korban, suami dari Bertha tidak ada di rumah dan tidak ada di tempat kerja,” tutup Toni.
Penulis : Ernita
Editor : Nicha R