SAMARINDA – Dimulai pada 8 tahun lalu, tepatnya tahun 2016, Enot pemilik Sekoci (Sepeda Kopi Cinta) merintis bisnis kopinya. Ia seorang yang riang, penuh senyum saat menyapa pelanggannya.
Bahkan ketika Media Kaltim sambangi di Jalan Remaja, Jumat (10/5/2024) sore, Enot dengan senyum sumringah melayani pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.
“Sebentar ya om, nanti kita ngobrol kalau agak-agak senggang,” jawabnya sambil tertawa.
Satu per satu pesanan dia antarkan di sepanjangan trotoar depan Panti Jompo. Pelanggannyapun berasal dari berbagai kalangan, dari remaja hingga orang-orang tua, sampai ibu-ibupun berhenti memesan kopi miliknya.
Enot memang dikenal pelanggannya sebagai pria yang rendah hati. Tak heran, setiap harinya selalu ramai dihampiri oleh pelanggan setianya.
Meski tidak menyiapkan meja atau kursi sebagaimana cafe konvensional, Sekoci tidak pernah sepi. Sederhana, begitu ciri khas gerobak kopi legenda di Samarinda ini.
“Kopi itu ya sederhana, yang penting kamu ngopi, kamu bahagia gitu, ngopi relax enjoy aja,” Enot menjawab sambil tetap tersenyum.
Tempatnya hanya pinggiran trotoar jalan, para pelanggan duduk, adapula yang jongkok di atas parit jalan. Tidak ada yang mengeluh, mereka tetap santai tertawa sambil sesekali menyeruput kopi. Namun itulah yang membuat Sekoci berbeda dengan tempat kopi lain, suasana jalanan memberikan pengalaman berbeda bagi penikmat kopi Samarinda.
Enot sendiri bukanlah orang baru dalam dunia kopi, ia sudah malang melintang, pernah pula menjadi wakil ketua Bubuhan Kopi Samarinda (BKS) di sekitaran tahun 2020. Ia memang dikenal sebagai salah satu barista senior yang banyak menginspirasi barista lain di Samarinda.
“Banyak pelanggan yang datang ke sini belajar kopi. Ya saya ajari, akhirnya mereka buka tempat kopi sendiri. Sekoci selama 8 tahun memang sudah banyak menginspirasi teman-teman kopi di Samarinda,” jelasnya.
Bukannya sombong, ujar dia, tapi memang Sekoci sudah pernah dibuatkan film dokumenter oleh mahasiswa seni Kalimantan Timur. Meski begitu dia belum merasa hebat, Enot memang orang yang sederhana.
Enot mulai mengayuh sepeda kopinya dari jam 5 sore, dari pemuda ke remaja. Setiap hari begitu kecuali di hari minggu, ia memutuskan untuk libur.
Untuk saat ini, omzetnya bukan main-main. Dia bisa meraup Rp 800 ribu dari jam 5 sore hingga jam 8 malam. Tak heran, sebab Enot tidak henti-hentinya menerima pesanan. Setiap hari, ia kehabisan bahan dan pelanggan tetap datang. Sayangnya, Sekoci tidak bisa membawa banyak bahan karena tempat terbatas, hanya segerobak sepeda.
“Saya ingin yang sederhana, kalau buka tempat dengan ruko-ruko begitu ya pengen. Tapi saya tidak akan meninggalkan gerobak di sini,” ungkap Enot.
Persaingan konsep dengan tempat-tempat mewah, tidak membuat Enot tergugah. Ia tetap ingin terus melanjutkan gerobak kopinya, dari Sekoci ia bisa memenuhi kebutuhan kehidupannya.
Bukan tanpa tantangan, di awal merintis ia bahkan hanya bisa menjual satu gelas. “Kadang cuma satu gelas di awal-awal, tapi seperti yang saya bilang, konsistensi itu penting,” begitu kata enot. Konsistensi, itu ramuan terpenting dari usaha yang ia bangun. Meski hanya segelas, Enot tetap terus berjuang. Hingga tak terasa 8 tahun berlalu.
Di masa-masa Covid, beberapa tahun lalu, Sekoci bertahan dengan susah payah. Syukurnya Enot juga membuka di depan rumahnya, terkadang ada saja yang membeli kopi untuk dibawa pulang. Konsistensi itu membawanya kepada kehidupan dan mimpinya.
Waktu 8 tahun bukanlah sebentar. Mengayuh dan terus mengayuh, ia terus memperjuangkan kopi untuk penikmat kopi di Samarinda. Tidak sia-sia, nama Sekoci sudah seperti legenda di dunia kopi Samarinda. Dengan tas bertuliskan “Ceritakan Kopi Indonesia,” terus memperkenalkan kopi dengan sejuta kisah rasa.
“Eksperimen kopi sudah beraneka ragam. Anehnya malah meninggalkan kopi-kopi manual yang menjadi dasar awal. Banyak metode yang sudah dilupakan,” pangkasnya.
Edukasi itu penting, misalkan ada yang tanya kopinya dari mana, kita perlu jelaskan proses kopinya bagaimana, ciri khas rasanya dan pendekatan seduhannya. Enot begitu memperhatikan cara menyajikan kopi, hal yang langka ditemui di cafe-cafe modern saat ini.
Pewarta : Khoirul Umam
Editor : Nicha R