spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sebanyak 18.039 Keluarga Berisiko Stunting, DPPKB Samarinda: Kami Tingkatkan Intervensi

Foto: Plt DPPKB Kota Samarinda, Isfihani.(Hadi Winata/Radar Samarinda)

SAMARINDA – Kasus stunting di Kota Samarinda masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemerintah, baik angka partisipasi kunjungan posyandu maupun tingginya keluarga yang berisiko stunting masih perlu ditingkatkan agar penuntasan stunting dapat tercapai.

Penanganan stunting, khususnya pada keluarga yang berisiko merupakan fokus utama yang dilakukan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Samarinda.

Plt DPPKB Samarinda, Isfihani mengungkapkan bahwa, saat ini terdapat sekitar 18.039 keluarga yang dikategorikan berisiko stunting yang memerlukan intervensi khusus dalam melakukan penanganannya.

Tak hanya itu, ia juga menyampaikan, intervensi yang dilakukan oleh Dinas kesehatan hanyalah sekitar 30 persen dari total yang bisa ditangani. Sisanya, memerlukan penanganan dari berbagai sektor terkait.

“Sekitar 3.000 anak yang telah teridentifikasi mengalami stunting, hanya 30 persen yang bisa ditangani melalui intervensi spesifik seperti pemberian obat dan suplemen oleh Dinas Kesehatan. Sekitar 70 persen penyebab stunting merupakan faktor sensitif yang perlu penanganan oleh berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD),” jelas Isfihani, Kamis (17/4/2025).

Baca Juga:   Kebakaran di Loa Janan Ilir, 16 Bangunan Ludes Terbakar

Dalam penanganannya lebih lanjut, perlu perhatian lebih khusus untuk menyasar keluarga berisiko dengan program bersama dari Dinas Sosial, Dinas Perikanan, Dinas Ketahanan Pangan, dan Dinas Pertanian.

Selain itu, Isfihani juga menyoroti pentingnya keaktifan masyarakat dalam kunjungan ke posyandu, terutama bagi ibu hamil dan balita. Pasalnya, kurangnya partisipasi masyarakat dapat meningkatkan angka stunting, sehingga penanganan menjadi lebih lamban.

“Saat ini, partisipasi kunjungan ke posyandu di Samarinda masih rendah, hanya mencapai 60 persen, jauh di bawah angka ideal seperti di Nusa Tenggara Barat yang mencapai 98 persen,” katanya

Selain itu, masalah akses terhadap air bersih dan sanitasi layak juga menjadi tantangan besar. Berdasarkan data yang ada, sekitar 5.000 keluarga belum memiliki akses air bersihdan 500 keluarga tidak memiliki jamban sehat.

“Yang pertama adalah ada mereka yang tidak memiliki air bersih, kurang lebih sekitar berapa ya,5000 kalau nggak salah.Ada yang tidak memiliki jamban, kurang lebih 500-an ya, masih itu berdasarkan data yang ada pada kita,” imbuhnya.

Baca Juga:   Tongkang Tubruk Jembatan Mahakam, KSOP Samarinda: Tengah Proses Investigasi

Untuk mendukung berbagai progam, DPPKB Samarinda telah mengusulkan sebanyak 969 orang Tim Pendamping Keluarga (TPK), yang terdiri dari kader PKK, petugas KB, dan tenaga kesehatan, mendapatkan dukungan anggaran.

Lebih lanjut, Isfihani menjelaskan, TPK bertugas dalam mendampingi dan memantau perkembangan ibu hamil serta balita secara rutin, khususnya pada periode emas 1.000 hari pertama kehidupan.

“khususnya kan 1000 hari kehidupan karena stunting ini adalah mulai dari ibu hamil sampai bayi dua tahun di atas, dari itu, itu sudah dianggap nggak stunting lagi” tutup Isfihani.

DPPKB Samarinda mencatat angka stunting Samarinda turun sedikit dari tahun sebelumnya, yang berada di kisaran 24 persen dari 25 persen. Meskipun penurunan belum signifikan, pihaknya optimistis dengan kerja sama lintas sektor, target eliminasi stunting pada 2025 dapat dicapai.

Penulis: Hadi Winata
Editor: Andi Desky

BERITA POPULER