Foto: Gedung Kantor RSHD Samarinda. (Hadi Winata/Radar Samarinda)
SAMARINDA – Polemik antara karyawan Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda dengan pihak manajemen terus berlanjut. Enie Rahayu Ningsih, mantan karyawan RSHD yang di Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada 23 April 2025 lalu, mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap manajemen yang dinilai abai dalam penyelesaian hak-hak karyawan.
Perselisihan hubungan industrial ini melibatkanan antara pihak manajemen dengan 57 pegawai yang menuntut ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Samarinda agar hak-haknya segera terpenuhi, baik pegawai dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT/Tetap) dan masa percobaan.
Dalam wawancara bersama Media Kaltim, Enie telah bekerja di RSHD sejak 2003, dimulai pada bagian pantry, laundry dan terakhir bekerja di divisi kesehatan lingkungan. Pada saat surat PHK dikeluarkan, dirinya berstatus karyawan tetap dari rumah sakit tersebut.
“Setelah saya mengadu soal upah di bawah UMK, memang ada keputusan dari Disnaker yang memenangkan saya. Tapi setelah itu saya dipindah-pindah kerjaan, mungkin karena itu,” ungkap Enie.
Terkait aduan di Disnaker Kota Samarinda, pihak Disnaker telah melakukan upaya mediasi sebanyak tiga kali, namun tidak satu pun perwakilan pihak RSHD yang datang dalam mediasi tersebut.
Ketidakhadiran ini membuat pihak karyawan dan eks karyawan kecewa dengan sikap manajemen yang tidak melakukan klarifikasi secara langsung di ruang yang telah disediakan oleh pemerintah.
“Kami kecewa, karena dari pihak rumah sakit tidak hadir sama sekali. Tidak ada klarifikasi atau niat menyelesaikan,” katanya.
Lebih lanjut, Enie mengatakan bahwa hingga saat ini, hak-haknya yang belum dibayarkan mencakup gaji April 2025 dan pesangon, dengan total nilai sekitar Rp60 juta. Dirinya juga mencatat ada keterlambatan gaji sebelumnya, yang telah ia laporkan ke Disnaker Provinsi Kaltim.
Sementara itu, nasib karyawan lain yang masih memperjuangkan hak serupa juga belum menemui kejelasan. Beberapa di antaranya tetap berkomitmen untuk terus melakukan aksi dalam menuntut hak mereka.
“Teman-teman ada yang masih memperjuangkan haknya. Tapi ada juga yang memilih diam karena berharap RSHD akan buka lagi,” jelas Enie.
Terlepas dari itu, Enie dan pegawai lainnya mengaku kecewa dengan gaya manajemen rumah sakit yang tidak pernah hadir langsung dalam proses mediasi. Bahkan, menurut kabar yang ia terima, General Manager RSHD diduga telah mengundurkan diri.
“Selalu diwakilkan oleh pengacara, bahkan waktu saya mengadu ke Disnaker Provinsi pun mereka tidak hadir langsung. Sekarang malah GM-nya mundur. Ini seperti ingin lepas tangan,” tambahnya.
Dengan keputusan operasional rumah sakit yang dihentikan sementara, Enie mengungkapkan bahwa kondisi ini membuat banyak eks karyawan kehilangan pekerjaan dan penghasilan, namun pihaknya menyatakan bahwa perjuangan hukum tetap mereka lanjutkan.
“Kami akan menunggu tenggat waktu dari Disnaker. Jika tidak ada itikad baik dari RSHD, maka kami akan lanjut ke Pengadilan Hubungan Industrial. Setidaknya kami ingin mendapatkan kekuatan hukum yang jelas,” tegas Enie.
Terakhir, Enie menegaskan bahwa perjuangan para mantan karyawan belum selesai. Mereka tidak akan tinggal diam dan akan terus menuntut tanggung jawab manajemen secara hukum.
“Kami hanya ingin hak kami dipenuhi. Jangan lari dari tanggung jawab. Ini bukan hanya soal uang, tapi juga soal keadilan,” pungkasnya.
Penulis: Hadi Winata
Editor: Andi Desky