spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kritik untuk Tugu Pesut Samarinda : Estetika atau Gagal Representasi?

SAMARINDA – Tugu Pesut yang terletak di Simpang Lembuswana, Samarinda, menjadi pusat perhatian sekaligus perdebatan publik. Tugu berwarna merah muda ini dibangun dengan anggaran Rp1,1 miliar oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda, sebagai simbol ikonik Pesut Mahakam. Namun, wujud tugu yang dinilai tidak representatif menuai kritik tajam dari masyarakat.

“Ini merupakan salah satu upaya untuk mengingatkan masyarakat tentang hewan khas kita yang hampir punah,” ujar Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Samarinda, Uwim Mursalim.

Sayangnya, banyak warga mengaku kesulitan memahami bentuk tugu ini. Kritikan beragam muncul, mulai dari menyebutnya mirip logo aplikasi “Opera Mini”, cacing besar Alaska, hingga menyebutnya sebagai desain yang gagal.

Padahal, pihak PUPR Kota Samarinda menerangkan bentuk utamanya merupakan siluet dari Pesut Mahakam.

“Pas lagi lampu merah, merhatikan ini, bingung. Katanya bentuknya pesut Mahakam, tapi nggak tahu pesutnya di bagian mana,” tulis akun @babyyyxxx di Instagram.

Kebingungan semakin bertambah, ketika tugu pesut itu selalu berbeda-beda untuk diperhatikan dari segala arah. Bisa berbentuk V jika dilihat dari Jalan Dr. Soetomo, bisa berbentuk O jika dilihat dari Jalan Letnan Jendral Suprapto, dan lurus tegak jika diperhatikan dari Jalan Mayor Jenderal S. Parman.

Baca Juga:   30 SLB di Kaltim, Gubernur Isran: Wujudkan SDM Berkualitas

“Dari perspektif unity, tugu ini tidak tampak seperti pesut. Sementara dari complexity dan intensity, hanya sedikit orang yang mampu memahami pesan yang disampaikan,” kata Eka Yusriansyah, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman pada Jum’at (3/1/2025).

Ia menambahkan, desain yang kurang representatif itu justru mengaburkan ingatan kolektif masyarakat terhadap hewan ikonik masyarakat Kalimantan Timur. Bahkan ia menganggap tugu pesut sudah gagal secara estetika.

“Alih-alih menjadi simbol pelestarian pesut, tugu ini malah bisa melenyapkan keberadaan pesut dari ingatan masyarakat,” tegasnya.

Perlu diketahui pula, tugu siluet pesut menghabiskan dana Rp 1,1 Miliar untuk pembangunannya. Tentu saja seni itu mahal dan bersifat subjektif, akan tetapi langkah representatif tugu itu malah dianggap membuang-buang anggaran.

Pesut Mahakam Sebagai Ikon Kota Samarinda

Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) bukanlah jenis ikan-ikanan seperti ikan pada umumnya. Meski hidup dalam perairan, Pesut tetaplah bernafas dengan paru-paru sebagai hewan mamalia.

Pesut Mahakam mempunyai kepala berbentuk bulat dengan kedua matanya yang kecil. Tubuh pesut berwarna abu-abu sampai wulung tua, lebih pucat di bagian bawah serta tidak memiliki pola khas.

Sirip punggungnya kecil dan membundar di belakang pertengahan punggung. Dahinya tinggi dan berbentuk bundar, tidak ada moncong seperti lumba-lumba lain. Sirip dadanya lebar membundar.

Baca Juga:   Joni: Minyak Dunia Turun, Pemerintah Malah Naikkan Harga BBM

Di Asia Tenggara, ekosistem kehidupan lumba-lumba sungai itu hanya ada di 3 sungai besar, yaitu Sungai Mahakam di Indonesia, Sungai Mekong di Vietnam dan Sungai Irrawady di Thailand.

Sebagai ikon Kota Samarinda, nyatanya Pesut Mahakam ini hampir tidak pernah ditemukan di Kota Samarinda. Lebih sering ditemukan di area pertengahan Sungai Mahakam, seperti di Kota Bangun, Muara Muntai juga Muara Kaman.

Menurut Pengamat Sungai, Yustinus Sapto Hardjanto, ada perbedaan antara lumba-lumba yang hidup di air asin dengan pesut yang hidup di air tawar.

“Kebanyakan orang salah mempresentasikan pesut. Yang diperlihatkan biasanya adalah lumba-lumba, bukan pesut. Sebab pesut tidak melompat seperti lumba-lumba, hanya terlihat sebagian kecil di permukaan,” katanya.

Melambangkan pesut melompat di atas air, dirasa cukup berlebihan, karena realitanya pesut hampir tidak mungkin melompat. Selain itu, pesut tidak hidup di arus deras, cenderung di area yang lebih tenang, maka ia hidup di Mahakam tengah.

Sebenarnya patung pesut sudah banyak di bangun di Samarinda. Dahulu, di bawah jembatan Mahakam lama terdapat patung dengan dua pesut. Lalu di area kantor Gubernur Kaltim, dan terbaru kini ada pula di turunan jembatan Mahakam kembar area Kecamatan Samarinda Seberang.

Baca Juga:   Tinjau Perum Korem, Wali Kota Andi Harun: Reservoir PDAM Terbangun, WTP Stop Operasi

Mendapatkan kritik beraneka ragam dari masyarakat, Andi Harun selaku Wali Kota Samarinda mengatakan setiap individu pastinya memiliki pandangan yang berbeda-beda.

“Sebenarnya itu ilustrasi pesut. Kalau karya seni itu kan memang tergantung dari kita memandangnya. Kami bisa memaklumi jika ini menjadi perbincangan publik, namun itu tidak apa-apa,” kata Wali Kota yang kini juga terpilih kembali pada Pemilihan Kepala Daerah lalu.

Ia lebih bersikap untuk memaklumi segala bentuk penilaian masyarakat yang jadi bagian dari demokrasi. Namun ia menegaskan tugu tersebut juga bagian dari visi besar Pemerintah Kota Samarinda untuk mempercantik kota dan memperkuat identitas budaya lokal.

“Seni itu interpretasinya bisa berbeda-beda. Kami lapang dada menerima masukan ini sebagai bagian dari dinamika,” jelasnya.

Dengan tanggung jawabnya, ia menegaskan akan melakukan evaluasi atas kritikan yang mengarah kepada pihaknya. Sehingga menjadi catatan penting untuk pembangunan masa mendatang.

Belum diketahui apakah Andi Harun akan meresmikan tugu pesut merah muda di Simpang Lembuswana. Dari pihak PUPR sendiri menunggu arahan bagaimana nantinya.

Pewarta : K. Irul Umam
Editor : Nicha R

BERITA POPULER