SAMARINDA – Sepanjang Januari hingga awal Agustus 2025, citra satelit mencatat 66 titik panas (hotspot) di Kaltim. Dari jumlah itu, 63 di antaranya telah ditangani melalui operasi pemadaman darat.
Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud (Harum), mengingatkan bahwa Kaltim termasuk wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Terlebih menjelang puncak musim kemarau Agustus–September.
Peringatan tersebut disampaikan Gubernur Harum saat membuka Jambore Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Dalkarhutla) Provinsi Kaltim Tahun 2025 di Kebun Raya Universitas Mulawarman Samarinda, Rabu (6/8/2025) lalu.
Ia memuji langkah cepat tim Manggala Agni bersama instansi daerah dalam memobilisasi sumber daya ke titik-titik rawan sebelum api meluas. “Kami apresiasi Pak Wamen atas kerja dan sinergi Kementerian Kehutanan. Respons cepat dan tindakan sigap menangani karhutla di beberapa titik kritis di wilayah Kaltim selama beberapa pekan terakhir patut diapresiasi,” ujarnya kepada Wakil Menteri Kehutanan RI, dr. H. Sulaiman Umar Sidiq, seperti dikutip dari akun intagram Pemprov Kaltim.
Sejumlah hotspot terdeteksi di Kutai Kartanegara, Berau, dan beberapa kabupaten lain. Berkat pemantauan satelit dan sistem deteksi dini Kemenhut, tim darat diterjunkan segera.
Harum menekankan pentingnya sinergi Manggala Agni, BPBD Kaltim, TNI-Polri, serta masyarakat peduli api. “Kolaborasi solid antara pemerintah pusat dan daerah adalah kunci keberhasilan penanganan karhutla,” tegasnya.
Ia juga mengimbau seluruh pihak, termasuk pelaku usaha di sektor perkebunan dan kehutanan, untuk tidak melakukan pembakaran lahan. Pemprov Kaltim bersama aparat penegak hukum, katanya, akan menindak tegas pelanggaran sesuai peraturan.
Wamen Kehutanan Sulaiman menambahkan, pencegahan harus menjadi prioritas utama. Kaltim saat ini berstatus siaga, namun belum memerlukan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) seperti di Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan yang telah berstatus darurat.
“Daerah rawan karhutla umumnya berada di kawasan gambut. Kaltim juga memiliki lahan gambut, sehingga kewaspadaan harus tetap tinggi,” ujarnya. Ia menjelaskan, di Riau telah dilakukan OMC sebanyak 12 kali dan di Sumatera Selatan sembilan kali untuk memicu hujan buatan, sementara pemadaman darat dibantu dari provinsi tetangga. (adpim/MK)
Editor: Agus S