Foto: Anggota Komisi I DPRD Kota Samarinda, Adnan Faridhan saat diwawancarai awak media. (Hadi Winata/Radar Samarinda)
SAMARINDA – Memasuki babak baru, polemik proyek Teras Samarinda selalu menjadi bahan perbincangan hangat di masyarakat Samarinda. Terbaru, video viral berdurasi kurang dari 30 detik, menunjukan seorang pria yang mengaku sebagai pelaksana dari PT Samudra Anugrah Indah Permai (SAIP) yang merupakan kontraktor Teras Samarinda.
Pria tersebut bernama Rojulanto, dengan tegas dirinya menuding bahwa Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Dinas PUPR Kota Samarinda turut bermain dalam proyek Teras Samarinda.
Tak hanya itu, ia juga mengklaim memiliki bukti kuat atas dugaan penyalahgunaan anggaran Teras Samarinda dan dirinya pun siap jika diminta untuk membeberkan informasi yang ia miliki.
Dalam hitungan jam setelah video tersebut tersebar di seluruh sosial media, terbit berita yang mengabarkan bahwa, Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda menggelar mediasi dengan memanggil pihak kontraktor.
Mediasi tersebut menghasilkan kesepakatan berupa janji kontraktor atas pembayaran hak pekerja sebesar Rp357.545.200 dengan tenggat waktu paling lambat 24 Maret ini.
Merespon hal ini, Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Adnan Faridhan mengapresiasi langkah Kejari dalam melakukan mediasi terkait pembayaran upah pekerja. Menurutnya, penyelesaian masalah tidak boleh berhenti, Kejari Harus bertindak lebih jauh untuk mengusut kebenarannya.
“Seharusnya mereka (Kejari) memanggil pria yang ada dalam video tersebut. Apalagi pria itu mengaku memiliki bukti-bukti. Ini menyangkut uang negara, dan harus ditelusuri secara transparan,” ujar Adnan.
Dalam hal ini, Adnan menegaskan, Kejari seharusnya lebih proaktif dalam menanggapi video viral tersebut. Pasalnya, jika ada seseorang yang mengaku memiliki bukti-bukti dugaan penyimpangan, bukankah seharusnya Kejari memanggilnya untuk dimintai keterangan.
Sementara itu, ia juga menyoroti kemungkinan adanya praktik serupa di proyek-proyek infrastruktur lain yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ia tidak ingin hal serupa terjadi pada proyek-proyek pemerintah yang sedang berjalan.
“Ini bukan hanya soal satu proyek, tetapi soal bagaimana kita mengelola anggaran daerah dengan benar. Jangan sampai ada oknum yang memanfaatkan program masyarakat untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,” pungkasnya.
Penulis: Hadi Winata
Editor: Andi Desky