Foto: Kepala Lapas Narkotika Samarinda, Theo Adrianus (Hadi Winata/Radar Samarinda)
SAMARINDA – Memiliki kapasitas resmi 450 orang, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Samarinda, kini terpaksa menampung lebih dari dua kali lipat kapasitas, yakni 1.070 warga binaan. Jumlah tersebut, terbagi atas 500 orang penduduk asli Samarinda, sementara sisanya berasal dari daerah lain seperti Kutai Kartanegara, Balikpapan, Bontang, Kutai Barat, dan Kutai Timur.
Kendala utama yang dihadapi pihak Lapas adalah banyaknya warga binaan yang tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), yang juga berdampak pada ketidaktersediaan akses mereka terhadap layanan kesehatan melalui BPJS.
Kepala Lapas Narkotika Samarinda, Theo Adrianus mengatakan, sekitar 400 warga binaan tidak memiliki dokumen identitas yang sah, sehingga mempersulit proses rujukan medis. terutama bagi mereka yang kondisinya memburuk akibat dampak penggunaan narkoba.
“Hampir setiap hari, kami merujuk keluar lapas karena ada warga binaan yang kondisi kesehatannya menurun. Sehingga prosesnya sangat sulit, karena mereka tidak mempunyai KTP dan BPJS,” ujar Theo Adrianus.
Ia menambahkan, pihaknya telah mengirim surat ke Wali Kota Samarinda untuk dapat melakukan intervensi dan memberikan solusi agar warga binaan tetap mendapatkan hak-haknya
“Izin, dengan segala kerendahan hati. Mohon bantuannya pak Wali Kota, khususnya Dinas Dukcapil untuk bisa ikut campur tangan agar masalah ini bisa teratasi,” ungkapnya.
Sebagai gambaran nyata, pada 6 Februari lalu, ada seorang warga binaan tanpa KTP yang bebas setelah menjalani hukuman. Tetapi dalam keadaan sakit dan harus dirawat di rumah sakit.
“Warga itu menderita sirosis hepatis. Setelah kami telusuri, istrinya sudah menikah lagi di Makassar, dan anaknya di Sidrap. Sehingga tidak mempunyai keluarga yang bisa menjemput, akhirnya kami menyerahkannya ke Dinas Sosial,” jelasnya.
Pihak Lapas, kini menghadapi keterbatasan dana untuk membiayai perawatan warga binaan yang membutuhkan pengobatan. Dia juga meminta dukungan dari media untuk mengangkat persoalan ini kepada publik, mengingat dampaknya yang cukup besar terhadap pemenuhan hak warga binaan, khususnya terkait pelayanan kesehatan.
“Persoalan ini merupakan masalah pemenuhan hak dasar sebagai warga negara. Meskipun mereka sedang menjalani masa pidana, Negara dan pemerintah tetap harus hadir, memberikan solusi untuk warga binaan,” pungkasnya.
Penulis: Hadi Winata
Editor: Andi Desky