SAMARINDA – Dua mantan karyawati sebuah apotek di Samarinda, F (20) dan R (19), kini menghadapi tekanan mental dan masalah finansial setelah dipecat secara tidak adil. Mereka diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp 12 juta atas dugaan kehilangan barang selama bekerja, tuntutan yang mereka anggap tidak masuk akal.
“Kami merasa sangat tertekan dengan situasi ini,” ungkap F saat ditemui di kantor Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim.
“Gaji yang kami terima saja tidak menentu, apalagi sekarang kami harus membayar uang sebesar itu,” tambahnya.
Menurut kuasa hukum TRC PPA Kaltim, Sudirman, tuntutan ganti rugi yang dikenakan pada F dan R dinilai sangat memberatkan dan tidak berdasar. “Kontrak kerja mereka tidak jelas, dan gaji yang diterima jauh di bawah Upah Minimum Kota (UMK),” tegasnya.
Lebih lanjut, Sudirman juga mengungkapkan bahwa selama bekerja di apotek, F dan R seringkali mengalami perlakuan yang tidak adil, termasuk intimidasi. “Mereka dipaksa bekerja dalam kondisi penuh tekanan dan bahkan diancam untuk menandatangani surat pengunduran diri,” jelasnya.
Tak hanya itu, setelah pengunduran diri, intimidasi terus berlanjut. Kedua mantan karyawan tersebut kerap menerima panggilan dari pihak apotek yang menagih uang ganti rugi, meski mereka bekerja tanpa kontrak yang jelas dan dengan gaji minim. “Ini adalah bentuk ketidakadilan yang tidak bisa dibiarkan,” ujar Sudirman.
Melihat kondisi ini, TRC PPA Kaltim segera melaporkan kasus ini ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Samarinda. “Kami berharap Disnaker dapat segera menindaklanjuti laporan ini dan memberikan perlindungan hukum yang pantas bagi para korban,” pungkasnya.
Penulis: Dimas
Editor: Agus S