Foto: Wali Kota Samarinda, Andi Harun saat meninjau lokasi longsor di Lempake. (Hadi Winata/Radar Samarinda)
SAMARINDA – Tim gabungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda bersama para relawan berhasil menemukan dua korban terakhir pada bencana longsor yang menimpa satu keluarga di Jalan Belimau, Gang Bulu Tangkis, RT 022, Lempake.
Kedua korban tersebut ditemukan pada Selasa (13/5/2025) pukul 10 WITA, yang menjadi titik akhir pencarian dengan total empat korban yang tertimbun longsor pada Senin (12/5/2025) kemarin.
Keempat korban ini menyisakan sang suami dan seorang anak, yang pada saat kejadian tidak sedang berada di rumah. Jenazah tersebut merupakan seorang istri bernama Hamdana (50), Nasrul (24) yang ditemukan pada hari pertama pencarian. Sedangkan Nurul Shakira (17) dan Fitri (14) ditemukan pada hari ini.
Untuk itu, Wali Kota Samarinda, Andi Harun turut berdukacita atas bencana alam yang menimpa satu keluarga, yang kesemuanya ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
“Akhirnya, hari ini kita telah menemukan jenazah terakhir. Kedua jenazah yang ditemukan hari ini langsung dibawa ke Rumah Sakit AWS untuk penanganan lebih lanjut. Kami sangat menyesalkan dan turut berduka atas musibah yang terjadi secara tiba-tiba ini,” ujar Andi Harun saat ditemui awak media di lokasi tanah longsor.
Dalam peristiwa mendadak ini, Andi Harun mengungkapkan bahwa kedua korban ditemukan dalam posisi seolah masih tidur. Sementara salah satu di antaranya bahkan ditemukan dalam posisi memeluk guling.
“Lokasi ini memang termasuk kawasan rawan longsor. Rata-rata struktur tanah di Samarinda, bahkan di banyak wilayah Kalimantan Timur, terdiri dari tanah berpasir dengan lapisan lempung di bawahnya. Kombinasi ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah, terutama saat musim hujan,” jelasnya.
Kejadian ini merupakan pukulan besar bagi pemerintah selaku pemimpin suatu daerah. Andi Harun mengingatkan masyarakat Samarinda untuk bijak memilih tempat tinggal yang aman bagi sanak keluarga.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sejumlah patok telah dipasang oleh BPBD Samarinda sebagai penanda bahwa kawasan tersebut rawan longsor. Bahkan, sejak masa kepemimpinan lurah sebelumnya, telah disampaikan agar masyarakat tidak membangun rumah di area tersebut.
Kawasan yang dulunya penuh dengan pohon aren, kini telah hilang atas permintaan pembuatan pemukiman. Padahal, menurut Andi Harun, keberadaan pohon secara alami dapat menstabilkan lereng tanah.
“Namun karena keinginan untuk dijadikan permukiman, pohon-pohon itu ditebang. Kini kita menyaksikan akibatnya. Apalagi, status tanah adalah hak milik, secara hukum dan sosial, warga tetap memiliki hak untuk memanfaatkannya,” terangnya.
Atas kejadian ini, Pemkot Samarinda memberikan bantuan kepada lima keluarga yang terdampak langsung oleh longsor. Bantuan ini dimaksudkan agar mereka bisa menyewa tempat tinggal sementara di lokasi yang lebih aman selama kurang lebih enam bulan.
Kedepan, Pemkot Samarinda bersama organisasi perangkat daerah terkait akan terus memantau kondisi tanah di sekitar lokasi kejadian untuk mencegah terjadinya longsor susulan.
“Untuk sementara kami tidak perkenankan warga untuk menempati rumahnya dulu, karena masih berbahaya. Lima KK yang rumahnya berada dekat lokasi longsor kami bantu dengan dana sewa tempat tinggal sementara, masing-masing KK mendapat Rp 4,5 juta,” demikian Andi Harun.
Penulis: Hadi Winata
Editor: Andi Desky