spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Setelah 20 Tahun Kasus PT KPI, Eks Karyawan Kembali Pertanyakan Hak yang Belum Tuntas

SAMARINDA – Murip adalah satu dari 28 eks karyawan PT. Kalimanis Plywood Industries (KPI) yang mempertanyakan haknya. Sejak 2003 lalu, PT KPI dikabarkan pailit atau bangkrut dan sejak saat itu pula 3.000 karyawan kehilangan pekerjaan mereka.

20 tahun berlalu, kini beberapa plang perusahaan justru tertancap di tanah-tanah milik koperasi seluas 48 hektare. Mereka mengira bahwa perusahaan itu secara diam-diam masih aktif, sedangkan hak-hak mereka belum juga terbayar.

PT KPI memang dulunya dikenal sebagai salah satu perusahaan kayu terbesar di Samarinda. Perusahaan milik Bob Hasan tersebut sempat berjaya, namun krisis moneter tahun 98 ternyata berdampak besar bagi usaha kayu di Samarinda. Hingga pada tahun 2003 dinyatakan bangkrut.

Murip dan teman-teman tidak tinggal diam, mereka mulai melakukan perlawanan terhadap PT. KPI. Sekitar puluhan orang berkumpul di Lapangan Voli, Perum Karya Lestari, Sungai Kapih, Sambutan, Samarinda pada Minggu (21/7/2024).

“Tolong sebarkan, kalau perlu satu dunia harus tahu, kalau kami belum mendapatkan hak kami sebagai mantan karyawan,” tegas Pak Murip.

Baca Juga:   Marthinus Sambil Ngamen, Gelar Sosperda Pemenuhan Hak Disabilitas

 

Plang-plang yang sempat tertancap di area tanah koperasi kini mulai dicabut. Warga tidak ada yang tahu siapa yang menancap, akan tetapi itu tentu membuka luka lama para eks karyawan. Mengingat, ada hak yang belum tuntas.

“Saya dibantu teman-teman yang lain sudah bolak-balik ke pengadilan. Tahun 2005 perusahaan kala itu harusnya memenuhi tuntutan,” ujar Murip.

Terlepas dari itu, belakangan ini mereka gelisah, mempertanyakan PT. KPI yang tiba-tiba menunjukkan eksistensinya. Arman, salah satu eks karyawan lainnya mengungkapkan segala cara telah ditempuh untuk mendapatkan haknya.

“Kami ini sudah melakukan demo berkali-kali sejak dulu. Dinas ketenagakerjaan, DPRD, hingga kantor Gubernur sudah kami datangi,” ungkapnya.

Ketidakpastian pemenuhan hak eks karyawan yang berlarut-larut tentunya membuat warga geram. Meski begitu, Murip menganggap yang membuat penyelesaiannya rumit adalah oknum-oknum dalam perusahaan.

“Saya tidak menyebut semuanya, tetapi ada oknum yang memang sengaja melakukan itu,” katanya.

Memang, perusahaan sempat membayarkan uang tunggu sebesar Rp 6 juta di tahun awal kebangkrutan. Hanya saja, tidak semua menerima uang tunggu. Dari kesaksian Murip, dirinya dan 27 temannya sama sekali tidak menerima bayaran dari perusahaan.

Oleh karenanya, aksi yang dilakukan merupakan langkah mempertanyakan kembali hak-hak mereka yang telah lama tiada kabar. Mereka meminta pihak perusahaan menjawab masalah pemasangan plang di tanah koperasi juga aktif atau tidaknya perusahaan tersebut.

Baca Juga:   Literasi Digital Bisa Cegah Paparan Konten Negatif di Ruang Digital

“Kami hanya mempertanyakan, kalau memang bangkrut tapi toh kenapa plang itu tertancap. Harusnya perusahaan memberikan kejelasan,” tegas Murip.

Pewarta: Khoirul Umam
Editor : Nicha R

BERITA POPULER