Foto: Suasana pernyataan sikap pedagang tolak relokasi Pasar Subuh. (Hadi Winata/Radar Samarinda)
SAMARINDA – Kisruh rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda untuk melakukan pemindahan Pasar Subuh ke Pasar Dayak masih belum menemui titik terang. Para pedagang menuntut tidak dilakukan relokasi dan meminta Pemkot Samarinda untuk melakukan peninjauan ulang terhadap kasus yang dihadapi mereka.
Pendamping Hukum Solidaritas Pasar Subuh, Fatih menyatakan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan surat audiensi dan pernyataan keberatan kepada Pemkot Samarinda. Namun, pihaknya belum mendapat tanggapan atas tuntutan dari pedagang Pasar Subuh.
Terlebih, Fatih menampik terhadap klaim Pemkot Samarinda yang mengatakan bahwa pengurus paguyuban mendukung relokasi yang dilakukan pemerintah. Hingga kini, baik paguyuban dan pedagang Pasar Subuh masih menyatakan sikap penolakan pemindahan tersebut.
“Kami tegaskan bahwa yang disebut sebagai tanda tangan persetujuan itu hanya daftar hadir, bukan tanda terima relokasi,” ujar Fatih, Minggu (4/5/2025).
Senada dengan pendamping hukum, Ketua Paguyuban Pasar Subuh, Abdus Salam membantah bahwa pihaknya mendukung agenda tersebut. Dirinya mengungkapkan bahwa pertemuan yang dilakukan dengan pihak Pemkot Samarinda, lebih mirip intimidasi, bukan musyawarah.
Menurut Abdus Salam, pihaknya mencatat sebanyak 57 pedagang aktif menyatakan menolak relokasi ke Pasar Beluluq Lingau di Jalan PM Noor. Pasalnya, lokasi baru ini tidak sesuai dengan kebutuhan dan kultur berdagang mereka.
“Dua, tiga pedagang yang katanya setuju (mengambil nomor lapak relokasi), faktanya sudah enam tahun tidak aktif berjualan di pasar ini. Mereka tidak tahu soal penolakan ini,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota Solidaritas Pasar Subuh, Lai Manurung mengaku kecewa dengan sikap pemerintah yang lebih memilih mengerahkan aparat dibanding dengan mediasi. Sehingga, ia menilai bahwa relokasi ini terdapat indikasi pemaksaan dari pemerintah, bukan permintaan murni dari pemilik lahan.
“Kami menyayangkan sikap pemerintah mengambil langkah ini. Pasar Subuh bukan sekadar tempat jual beli, tapi warisan sejarah dan budaya. Kami berjuang hingga generasi kedua di tempat ini,” tuturnya.
Terkait dengan hubungan dengan pemilik lahan, Lai Manurung mengaku komunikasi antara para pedagang dan pemilik lahan masih berlangsung baik. Beberapa pedagang pun telah membayar retribusi secara rutin.
Pedagang Pasar Subuh menilai, ada kejanggalan soal pernyataan Pemkot Samarinda atas relokasi yang diminta oleh pemilik lahan. Tak hanya itu, alasan ketertiban lalu lintas juga tidak menjadi unsur yang kuat untuk dilakukan pemindahan lantaran mereka hanya berjualan dua hingga tiga jam.
Dilain sisi, Asisten II Pemkot Samarinda, Marnabas Patiroy, menegaskan bahwa keputusan ini merupakan tindak lanjut dari permintaan pemilik lahan yang sejak tahun 2014 telah bersurat kepada pemerintah agar lokasi tersebut dikosongkan.
“Pemilik lahan sudah sejak lama meminta agar kawasan itu dikosongkan. Mereka kembali bersurat belum lama ini karena kecewa merasa ‘di-prank’, seolah-olah pemerintah akan menertibkan, tapi nyatanya terus ditunda karena permintaan pedagang,” jelas Marnabas.
Penulis: Hadi Winata
Editor: Andi Desky