spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

RSHD PHK 2 Karyawan, Ernie dan Agus: Efisiensi atau Karena Kami Berani Bicara?

Foto: Rumah Sakri Haji Darjad Samarinda.(Hadi Winata/Radar Samarinda)

SAMARINDA – Polemik antar karyawan dan manajemen Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda nampaknya belum menemui titik terang, hingga saat ini manajemen RSHD belum memberikan keterangan resmi terkait adanya keterlambatan gaji. Justru, kini terdapat dua karyawan yang di berhentikan dari pekerjaannya.

Dua karyawan yang di berhentikan tersebut ialah Enie Rahayu Ningsih dan Agus Mu’alim. Secara bersamaan, keduanya didepak dari pekerjaan sebelumnya petugaa lapangan di Divisi Kesehatan Lingkungan (Kesling) pada April 2025.

Dugaan muncul di benak mereka, pasalnya, baru sebulan, pihaknya mengadukan tunggakan gaji dan keterlambatan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalimantan Timur.

Sebagai kilas balik, sejak awal 2025, Ernie dan Agus mengaku belum menerima gaji dari Januari hingga Maret. THR tahun 2024 pun baru dibayarkan pada 27 Februari 2025 jauh melewati tenggat yang diatur undang-undang.

Terlebih, keduanya sudah mencoba mencari kejelasan kepada pihak manajemen rumah sakit, namun tak kunjung mendapat respons dari internal manajemen, sehingga mereka akhirnya melapor ke Disnakertrans Kaltim pada 17 Maret 2025.

Baca Juga:   Media Huddle Festive Season & Charity, Silaturahim Mercure dengan Media & Mitra Kerja

“Kami hanya ingin memastikan hak kami dipenuhi. Sudah mencoba komunikasi secara baik-baik, tapi tidak ada kepastian,” ungkap Enie.

Laporan tersebut mereka ajukan secara resmi, dan mendapat tanda terima dari Disnaker. Namun, yang terjadi sebulan kemudian justru membuat keduanya terpukul yaitu mereka menerima surat PHK dari manajemen.

Lebih lanjut Enie mengungkapkan bahwa, manajemen rumah sakit mengklaim kondisi pihaknya sedang tidak stabil, sehingga perlu melakukan pengurangan karyawan.

dalam surat PHK yang diterima Enie dan Agus, alasan yang diberikan adalah efisiensi operasional. Manajemen mengklaim kondisi keuangan rumah sakit sedang tidak stabil sehingga perlu melakukan pengurangan karyawan.

Namun demikian, keduanya menolak alasan efisiensi operasional yang mereka anggap tidak masuk akal. Pasalnya, Enie dan Agus menanyakan, kenapa hanya mereka berdua yang dipecat, padahal rumah sakit masih mempekerjakan puluhan karyawan lainnya.

“Kalau memang efisiensi, kenapa hanya kami berdua? Kami curiga ini bukan efisiensi, tapi karena kami berani lapor ke Disnaker,” ujarnya.

Yang lebih mengecewakan bagi Enie dan Agus adalah tidak adanya kepastian soal hak-hak mereka pasca-PHK. Tidak ada dokumen tertulis dari manajemen yang merinci kapan dan bagaimana pesangon serta hak lainnya akan dibayarkan.

Baca Juga:   Mahasiswa Geruduk DPRD Kaltim Tuntut Pencabutan RUU TNI

“Mereka hanya janji lisan. Katanya akan dibayar dalam satu sampai dua bulan. Tapi tidak ada surat resmi, tidak ada hitungan pesangon, bahkan waktu pembayaran pun tidak jelas,” tegasnya.

“Seharusnya itu kewajiban mereka. Kenapa kami yang harus memohon untuk sesuatu yang memang hak kami?” pungkasnya.

Sampai saat ini, permasalahan yang terjadi di RSHD Samarinda belum menemui kejelasan pasti lantaran pihak manajemen tidak kunjung memberikan tanggapan resmi atas keterlambatan pembayaran gaji dan pemberhentian kerja kepada dua pegawainya.

Penulis: Hadi Winata
Editor: Andi Desky

BERITA POPULER