spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pengamat : Pemprov Kaltim Lambat Tindak Penyimpangan Pengelolaan Royal Suite Hotel

SAMARINDA – Langkah Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menggugat PT Timur Borneo Indonesia (TBI) atas pelanggaran perjanjian kerja sama pengelolaan Royal Suite Hotel Balikpapan mendapat sorotan dari kalangan akademisi.

Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman, Purwadi Purwoharsojo, menilai langkah hukum ini memang perlu, namun sayangnya diambil terlalu lambat.

“Seharusnya sejak awal kontrak sudah dikaji secara terbuka, transparan. Kalau memang ada penyimpangan, mestinya langsung ditindak, bukan menunggu sampai bertahun-tahun seperti ini,” ujar Purwadi dalam keterangannya, Selasa (20/5/2025).

Ia menyebut, perjanjian kerja sama pemanfaatan aset antara Pemprov dan PT TBI yang dimulai sejak 2016 memang memiliki potensi baik, asalkan disertai kontrak yang jelas dan sistem pengawasan yang kuat.

Namun dalam praktiknya, justru ditemukan pelanggaran serius, mulai dari tunggakan kontribusi hingga pengalihan fungsi kamar hotel menjadi ruang karaoke dan bar tanpa izin.

“Ini bukan hanya persoalan wanprestasi. Ini penyalahgunaan aset publik. Dan anehnya, sampai hari ini belum ada sanksi jelas. Bahkan saya dengar dalam kontraknya tidak ada klausul sanksi. Ini fatal,” tegasnya.

Baca Juga:   Kuasa Hukum Unmul Soroti Indikasi Kejahatan Korporasi dalam Perusakan KHDTK: Kerugian Lingkungan Sudah Terjadi

Purwadi juga menilai DPRD Kaltim lalai dalam menjalankan fungsi pengawasan. Ia menyebut Komisi II DPRD yang membidangi ekonomi seharusnya lebih awal mencium ketidakberesan ini.

Purwadi Purwoharsojo, Pengamat Ekonomi, Universitas Mulawarman.

“Kalau baru ribut sekarang, artinya fungsi kontrol tidak berjalan. Padahal ini menyangkut uang rakyat dan aset daerah,” katanya.

Purwadi mendorong agar pemerintah membuka isi kontrak ke publik dan menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk bersih-bersih kerja sama aset daerah lainnya.

“Kalau memang Pemprov serius ingin menata ulang aset, ini saatnya. Jangan hanya memutus kontrak, tapi juga telusuri potensi kerugian negara dan evaluasi peran pejabat yang menyusun kontrak ini sejak awal,” ujar dia.

Ia juga menyinggung kasus-kasus serupa yang pernah terjadi di sejumlah perusahaan daerah, termasuk dugaan kerugian fiktif hingga miliaran rupiah akibat perjanjian yang tidak jelas.

“Yang kita bicarakan ini bukan sekadar hotel. Ini cerminan dari bagaimana pemerintah mengelola kekayaan negara. Kalau tidak dibenahi sekarang, akan ada lagi kasus serupa di masa depan,” pungkasnya.

Penulis: Hanafi
Editor: Nicha R

Baca Juga:   Lebih dari 2.000 Pelari Serbu IKN, Media Kaltim Fun Run 2025 Jadi Simbol Kolaborasi Nasional

BERITA POPULER