SAMARINDA – Program Beasiswa Kaltim Tuntas, yang selama ini menjadi harapan bagi ribuan pelajar di Kalimantan Timur, kini berada di persimpangan jalan. Pemotongan anggaran yang signifikan untuk tahun 2024, dari Rp 500 miliar pada tahun sebelumnya menjadi hanya Rp 220 miliar, telah memicu perdebatan sengit di kalangan akademisi dan masyarakat.
Salah satu suara paling vokal datang dari Purwadi Purwoharsojo, seorang akademisi dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda. Menurutnya, pemangkasan ini bukan hanya soal angka, tetapi juga mencerminkan bagaimana pendidikan mulai tersingkir dari prioritas pemerintah.
“Beasiswa jadi tidak prioritas. Salah kaprah. Katanya mau jadi Indonesia Emas 2045?” ucapnya kepada wartawan, Jumat (20/9/2024).
Purwadi menunjukkan bahwa anggaran Beasiswa Kaltim pada 2023 telah mencapai Rp 500 miliar, terdiri dari Rp 375 miliar dari APBD Murni Kaltim dan Rp 125 miliar dari APBD Perubahan. Namun, pada 2024, anggaran ini terjun bebas menjadi Rp 220 miliar—Rp 200 miliar dari APBD Murni dan Rp 20 miliar dari APBD Perubahan.
“Ini lebih dari setengahnya dipotong, bagaimana pendidikan bisa berkualitas kalau anggarannya dipangkas sedemikian besar?” tambahnya.
Krisis Prioritas?
Purwadi menegaskan bahwa pemotongan ini mencerminkan kurangnya keberpihakan pemerintah terhadap pendidikan, yang seharusnya menjadi prioritas utama.
“Kalau anggaran beasiswa dibuat kacau balau, bagaimana kita bisa berkualitas? Bagaimana mau Indonesia Emas? Omong kosong,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa APBD Kaltim mencapai Rp 22 triliun. Menurut amanat UU, sekitar 20 persen dari APBD harus dialokasikan untuk pendidikan. “Itu hampir mencapai Rp 4-5 triliun! Seharusnya anggaran beasiswa tidak dipotong, tapi malah ditambah. Rp 500 miliar itu kecil dibandingkan total anggaran daerah,” jelasnya.
Apatisme Pengelola Beasiswa?
Selain mengkritik pemerintah, Purwadi juga menyoroti peran pengelola beasiswa di Kaltim, termasuk Disdikbud Kaltim. Menurutnya, ada kesan apatis dari pihak pengelola beasiswa yang hanya “menerima” pemotongan anggaran tanpa ada upaya untuk mempertahankan.
“Seolah mereka pasrah saja. Harusnya, mereka yang paling depan memperjuangkan ini,” katanya penuh kritik.
Purwadi bahkan menyindir bahwa mungkin ada rasa takut di kalangan pengelola beasiswa untuk menyuarakan pendapat berbeda. “Jangan-jangan, mereka takut bicara, takut dipecat atau dimutasi,” tambahnya.
Masa Depan Pendidikan Kaltim
Melihat kondisi ini, Purwadi merasa sangat prihatin. Ia menegaskan bahwa pendidikan harus menjadi prioritas di Kaltim, apalagi provinsi ini dikenal memiliki kekayaan alam yang melimpah.
“Daerah kaya tapi urusan beasiswa diabaikan. Seolah-olah pendidikan tidak penting,” ujarnya.
Purwadi juga menegaskan bahwa beasiswa bukan hanya soal bantuan finansial, tetapi juga kesempatan bagi banyak siswa yang mungkin tidak memiliki akses ke pendidikan tanpa bantuan tersebut.
“Setiap rupiah yang dialokasikan untuk beasiswa adalah investasi masa depan. Kalau beasiswa dipotong, berarti kita mengabaikan potensi besar yang dimiliki anak-anak kita,” tegasnya.
Di akhir perbincangan, Purwadi berharap pemerintah provinsi segera memberikan penjelasan dan meninjau ulang keputusan pemotongan anggaran beasiswa.
“Pendidikan adalah kunci. Kalau anggarannya tidak diprioritaskan, bagaimana kita bisa bersaing di masa depan?” pungkasnya. (Han)
Penulis: Hanafi
Editor: Agus S