Selasa pagi, 1 Juli 2025, saya masih berada di Bontang. Sekitar pukul 11.00 WITA, masuk undangan yang tak biasa ke ponsel saya. Disampaikan Muhammad Rafi’i, Direktur Radar Kukar. Isinya: undangan dari Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) dr. Aulia Rahman Basri dan Wakil Bupati H. Rendi Solihin untuk menghadiri diskusi santai bertajuk “Kopi Malam Pak Bupati” bersama para pimpinan media, di Bukit Mahoni L3, Tenggarong Seberang, pukul 19.00.
Bagi saya, ini bukan undangan biasa. Selama lebih dari dua dekade menjadi wartawan, baru kali ini saya menyaksikan seorang bupati dan wakilnya memilih duduk bersama insan pers sebagai agenda publik pertamanya usai dilantik.
Tanpa seremoni Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Tanpa protokoler rumit. Mereka justru memilih ngopi bareng media. Dan bukan di hotel atau ruang pertemuan resmi, tapi di tengah hutan mahoni yang sejuk dan terbuka.
Saya langsung memutuskan berangkat dari Bontang pukul 14.00. Bukit Mahoni L3 menyambut dengan suasana alam yang khas. Pohon-pohon mahoni tua menjulang tinggi, lampu-lampu gantung menciptakan kesan hangat di pelataran tanah berbatu. Beberapa stan jajanan pasar tersaji. Tempe mendoan, cenil, getuk lindri, garang asem ayam kampung, kopi gula aren, hingga wedang jahe hangat.
Saya tiba pukul 19.30. Acara belum dimulai. Suasananya santai dan akrab diiringi music electone. Sempat turun gerimis, tapi reda dengan cepat.
Dalam momen menunggu itu, saya justru merasa seperti pulang ke rumah lama. Banyak wajah familiar yang saya temui malam itu. Para pimpinan redaksi dan pemimpin media yang dulu pernah bekerja satu atap bersama saya di grup Kaltim Post. Sebagian besar dari mereka pernah saya dampingi saat saya menjabat Kepala Biro Kukar di tahun 2019, dan kini memimpin media masing-masing.
Saya menyapa Abdurrahman Amin, yang kini menjabat Pemimpin Redaksi Samarinda Pos sekaligus Ketua PWI Kaltim. Hadir pula Felanans Mustari, Pemred Kaltimkece.id, yang saya kenal sejak lama sebagai wartawan tangguh saat kami sama-sama bertugas di Kukar. Saya masih ingat, setelah Felanans ditarik dari Kukar, posisinya digantikan oleh Chrisna Endrawijaya. Sudah cukup lama saya tidak berkomunikasi dengan Chrisna, terlebih sejak ia tak lagi menjabat sebagai Direktur Utama Disway Kaltim.
Malam itu juga hadir Ibrahim Yusuf (Pemred Kaltimtoday.co), Achmad Ridwan (Pemred Selasar), serta Devi Alamsyah, Direktur Umum Disway Kaltim. Di antara mereka, saya memang lebih dulu menekuni dunia pers. Saya sendiri hanya sekitar setahun bertugas di Kukar, sebelum pada 2010 diminta membangun Bontang Post dari awal. Dan pada 2020, saya memutuskan mundur dari Kaltim Post, di tengah badai pandemi Covid-19 yang mulai menghantam stabilitas perusahaan media, untuk kemudian mendirikan Mediakaltim.com.
Kami sempat bercengkerama panjang—mengenang liputan masa lalu. Berbagi cerita soal tantangan media hari ini, dan membahas nasib jurnalisme lokal di tengah perubahan ekosistem digital. Ada tawa, ada refleksi, dan tentu saja, ada kopi.
Acara dibuka pukul 20.30. Dedi Nala Arung, salah satu founder Koran Kaltim, menjadi moderator. Bupati Aulia tampil kasual dengan kaus putih berlogo CK. Sementara Wakil Bupati Rendi mengenakan kemeja putih polos. Tanpa podium, tanpa sekat protokoler, mereka duduk di kursi lipat yang sama, satu level.
Aulia membuka diskusi dengan pernyataan kuat:
“Malam ini, kawan-kawan media adalah komunitas pertama yang kami temui usai dilantik. Biasanya pejabat baru langsung marah-marah ke dinas. Kami tidak. Kami ke pasar, dan malam ini ke kalian.”
Ia menegaskan pentingnya kritik dan peran media sebagai cermin.
“Kalau kita tidak bercermin, semua orang bisa bilang kita tampan, padahal wajah kita sudah berantakan. Media adalah cermin terbaik kami.”
Wabup Rendi menimpali dengan gaya lugas. Ia menyoroti tantangan membangun daerah sekaligus harapan terhadap media.
“Saya tahu, banyak media di Kukar selama ini bergantung pada kerja sama pemerintahan. Tapi ke depan, kita harus dorong media yang sehat dan kredibel,” ujarnya.
Ia lalu mengaitkan tantangan infrastruktur dengan perlunya pemberitaan yang objektif.
“Kalau kita mau selesaikan seluruh jalan rusak, butuh Rp40 triliun. Padahal APBD kita hanya Rp4 triliun. Artinya, kita harus berpikir realistis dan butuh media yang bisa memahami mana yang prioritas, bukan sekadar memviralkan.”
Diskusi malam itu tidak hanya berbicara soal relasi media dan pemerintahan. Beberapa topik serius juga mengemuka, seperti kekhawatiran terhadap potensi regulasi pembatasan media di tingkat provinsi, inisiatif program perumahan wartawan lewat skema subsidi Kementerian PUPR, hingga gagasan soal peningkatan kompetensi dan kesejahteraan jurnalis.
Aulia bahkan menyinggung pentingnya standar minimal penggajian jurnalis oleh pemilik media. Ia juga mengusulkan agar PWI Kukar dapat memanfaatkan ruang bersama di Gedung Ekraf yang akan diresmikan akhir tahun sebagai rumah bersama komunitas media.
Jalannya diskusi lebih banyak diisi tanggapan langsung dari Bupati Aulia, disambung dengan penegasan dari Wabup Rendi. Gaya mereka saling melengkapi. Aulia menyampaikan dengan reflektif, Rendi menajamkan dengan angka dan narasi teknis.
Di akhir sesi, sebelum moderator menutup forum, saya angkat tangan. Moderator terlihat terkejut, begitu pula Bupati dan Wabup. Waktu memang sudah larut. Maka saya tidak menyampaikan pertanyaan atau pernyataan panjang. Saya hanya minta waktu sebentar untuk menyerahkan dua poster persembahan Media Kaltim dan Radar Kukar.
Saya berdiri, maju ke depan, dan memberikan poster itu langsung ke tangan Bupati dan Wabup. Poster pertama bertuliskan “Cerdas dan Berintegritas”, dan poster kedua bertuliskan “Sinergi Muda untuk Kukar Maju.”
Suasana langsung cair. Tawa pecah. Beberapa hadirin mengabadikan momen itu dengan ponsel. Tak ada yang kaku. Malam itu benar-benar terasa hangat.
Saya menggambarkan Aulia dan Rendi sebagai duet muda yang berpikir strategis, namun tetap terbuka terhadap kritik dan suara akar rumput.
Dan malam itu saya pulang dengan satu pelajaran penting:
Kekuasaan bisa lahir dari ruang rapat ber-AC, tapi kepercayaan justru tumbuh dari balik hutan mahoni—ditemani kopi hangat dan tempe mendoan.
Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H
Pemimpin Redaksi Media Kaltim