spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Mengorbankan Lintas Sektor demi Efisiensi, Kebijakan Penghematan yang Belum Tentu Efektif

SAMARINDA – Kebijakan penghematan anggaran yang diterapkan dalam kepemimpinan Prabowo Subianto, mendapatkan sorotan. Sebab akhirnya banyak sekali anggaran yang dikorbankan, demi menunjang sektor lain yang lebih menguntungkan.

Meski santer kabar mengatakan penghematan ini demi keberlangsungan Makan Bergizi Gratis (MBG), nyatanya problema Indonesia lebih luas lagi. Sebab, penghematan yang diklaim menjaga Rp 327 triliun itu, akan ditujukan kepada 20 program strategis yang diharapkan mampu membawa miliaran dolar.

Program yang dimaksud adalah investasi industri hilir nikel, bauksit, tembaga dan mineral penting lainnya yang bisa meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat.

Meski demikian, Hairul Anwar, Pengamat Ekonomi sekaligus Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Kalimantan Timur, menganggap sebenarnya hal ini lazim dilakukan secara internasional. Hanya saja, pemerintah seakan gagal mengkomunikasikan kebijakan tersebut terhadap masyarakat. Sehingga banyak yang salah kaprah.

“Artinya yang tidak bisa diselesaikan oleh Jokowi, yaitu kelemahan komunikasi pemerintah kembali terulang,” katanya pada Media Kaltim saat dihubungi via telepon WhatsApp pada Rabu (12/2/2024).

Hal itu ia katakan atas dasar, pemotongan perjalanan dinas hingga dana desa tidak dikomunikasikan secara mendetail kepada masyarakat luas. Padahal ini penting agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Baca Juga:   Mendarat Perdana di IKN, Jokowi: Mulus, Sangat Bagus

Terlebih ia juga mempertanyakan, penghematan atau efisiensi anggaran sebesar Rp300 triliun tersebut akan dialokasikan ke mana. Masalahnya, jika salah memotong anggaran demi efisiensi, malah menjadikan efisiensi tersebut tidak efisien. Bisa jadi malah menghambat pembangunan.

“Kita kadang-kadang salah membedakan antara efisiensi dan efektif. Karna kalau anda salah mengivestasikan maka dampaknya akan besar,” lanjutnya.

Hairul menarik kembali, bagaimana sejak tahun 2024, daya beli masyarakat telah menurun serta PHK  di mana-mana. Dengan adanya efisiensi ini, maka akan banyak yang dibatasi, dilarang menggelar rapat di hotel, tidak ada seremonial dan lain-lain.

Di era Jokowi, hancurnya sektor pariwisata akibat peralihanan anggaran kepada swasembada pangan. Penekanannya tentu kepada hulu ekonomi, bahwa hotel-hotel juga membeli bahan makanan dari para petani. Patut disayangkan apabila konsumsi masyarakat jatuh hanya karena penghematan yang tidak efisien.

Namun Hairul mengakui pula, pemerintah sedang berada dalam tekanan besar. Setelah gagal menaikkan pajak sebesar 12 persen demi meraup Rp 80 triliun, penghematan dilakukan demi membayar utang negara Rp800 triliun yang jatuh tempo tahun ini. Tekanan masyarakat juga semakin kuat, karena penghematan ini dapat membuka peluang terhadap pemotongan tunjangan pegawai bahkan pengurangan pegawai.

Baca Juga:   RSUD AWS Samarinda Kenalkan Instalasi Fertilitas dan Reproduksi di PRK 2025

“Pertama, Presiden harus menentukan efisiensi pada bidang yang tepat, sektor yang tepat. Kedua, merealokasikan hasil efisiensi kepada sektor yang tepat,” jelas Hairul.

Meski sulit, pemerintah perlu melakukan penghematan secara efektif. Dalam bongkar pasang kabinet yang dapat terjadi, pemerintahan yang gemuk juga perlu diefisiensikan. Karena dikhawatirkan, komunikasi yang buruk, juga karena koordinasi yang buruk. Tentu saja memberikan peluang untuk ketidakefektifan dalam eksekusinya.

Bagi Kalimantan Timur sendiri, kebijakan penghematan ini akan berdampak secara nyata. Bahkan bagi Hairul, semua sektor akan berdampak.

“Otonomi daerah sangat bergantung dengan dana pembangunan dari pusat. Itu pentingnya otonomi daerah itu dibarengi dengan pelimpahan untuk mencari dana gitu bagi pembangunan daerah,” tegasnya.

Karena jika tidak, gonjang-ganjing di Jakarta malah melibatkan Kalimantan Timur. Belum lagi pembagian setiap sektor dari pusat tidak sepenuhnya pendapatan Kaltim diberikan kepada Kaltim itu sendiri. Terlebih lagi, penghematan ini juga bisa menurunkan kontrol terhadap masyarakat di desa-desa di Kalimantan Timur. “Tapi itulah, ketika ketiadaan informasi dari pemerintah, maka ruang itu akan diisi oleh missinformasi,” tutup Hairul.

Baca Juga:   Seno Aji: Efisiensi Anggaran Tidak Akan Ganggu Program Gratispol

Pewarta: K. Irul Umam
Editor: Nicha R

BERITA POPULER