Foto: Penanganan longsor yang terjadi di inlet proyek Terowongan Samarinda. (Hadi Winata/Radar Samarinda)
SAMARINDA – Pada kunjungan kerja Komisi III DPRD Kota Samarinda beberapa saat yang lalu, para legislator menyoroti kinerja pihak kontraktor atas perencanaan yang tidak matang sehingga menyebabkan longsor yang terjadi di bagian luar atau inlet mega proyek Terowongan Samarinda.
Ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda, Deni Hakim Anwar menyampaikan bahwa pihaknya menemukan adanya kealpaan dari kontraktor pelaksana, khususnya dalam proses perencanaan teknis proyek. Dirinya menegaskan bahwa longsor yang terjadi di bagian inlet disebabkan oleh tidak terdeteksinya potensi longsor pada titik-titik rawan yang seharusnya sudah diantisipasi sejak awal.
“Kami tidak menyalahkan pemerintah kota, tapi kami ingin mengkoreksi pihak kontraktor, terutama yang berkaitan dengan pembangunan perumahan atau PP. Dalam perencanaan mereka, tidak ada analisis terhadap titik-titik longsor yang akhirnya benar-benar terjadi,” ujarnya
Deni juga menyayangkan kurangnya deteksi terhadap kandungan air dan endapan di lokasi inlet yang memperparah potensi longsor. Pasalnya temuan ini baru diungkap oleh site engga dilapangan pada Februari lalu, dimana proses pembangunan proyek telah jauh berjalan.
Lebih lanjut, Komisi III menyoroti pentingnya penggunaan anggaran yang optimal dan tepat sasaran. Dengan nilai anggaran penanganan longsor sebesar Rp39 miliar dari APBD, Deni menekankan agar tidak ada lagi kejadian serupa yang berujung pada pembengkakan biaya.
“Jangan sampai setelah Rp39 miliar keluar, ada lagi kejadian di luar prediksi. Maka dari itu, minggu depan kami akan memanggil kontraktor untuk memaparkan perencanaan secara detail,” katanya.
Selain fokus pada inlet, Komisi III juga meninjau kondisi outlet terowongan. Dari pantauan di lapangan, progres pengerjaan outlet telah mencapai sekitar 98 persen. Namun demikian, Deni mencatat adanya kekurangan blower yang saat ini baru terpasang dua unit, padahal seharusnya enam. Dengan adanya penambahan panjang saluran 72 meter di masing-masing sisi, kebutuhan blower pun bertambah menjadi 10 unit.
Deni menegaskan bahwa catatan-catatan ini penting untuk memastikan proyek terowongan berjalan sesuai spesifikasi dan standar keselamatan. Ia juga meminta penjelasan lebih lanjut dari pihak perencana, termasuk dari tim teknis seperti Pak Sultan dan lainnya.
“Yang paling krusial adalah bagaimana penanganan longsoran ini dilakukan, dan yang terpenting: mengapa longsor bisa terjadi. Ini yang jadi catatan utama kami,” tutupnya.
Penulis: Hadi Winata
Editor: Andi Desky