spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Hetifah Sebut Penulisan Ulang Sejarah Nasional Harus Indonesia-Sentris dan Relevan untuk Generasi Muda

Foto: Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian. (Hadi Winata/Radar Samarinda)

 

SAMARINDA – Ditengah perkembangan zaman, dan berjalannya waktu, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah mengalami banyak perubahan, fenomena, dan peristiwa yang belum tercatat dalam sejarah bangsa ini. Hal ini menjadi perhatian pemerintah pusat untuk melakukan pembaharuan dan sinkronisasi catatan sejarah Indonesia.

Ketua Komisi X DPR RI dari Dapil Kalimantan Timur, Hetifah Sjaifudian, menegaskan pentingnya penulisan ulang sejarah nasional dilakukan secara menyeluruh dan berlandaskan prinsip Indonesia-sentris. Dirinya menyampaikan bahwa Komisi X telah menyerahkan sejumlah catatan kritis kepada Kementerian Kebudayaan sebagai panduan utama dalam proses pembaruan sejarah bangsa.

“Catatan-catatan penting sudah kami sampaikan dalam rapat kerja sebelumnya. Sekarang semua kembali pada kementerian untuk menindaklanjutinya. Harusnya tidak ada hambatan lagi dalam proses ini,” ujar Hetifah saat ditemui di Samarinda.

Dalam catatannya, Hetifah menyampaikan bahwa penulisan sejarah nasional tidak hanya sekadar memperbarui informasi, tetapi juga menjadi momen penting untuk memperbaiki narasi masa lalu yang masih sarat dengan bias kolonial.

Baca Juga:   Tertimpa Pohon Tumbang, Pekerja di Jl Supratman Tewas

Menurutnya, proyek penulisan ulang ini memiliki enam urgensi utama: menghapus perspektif kolonial, membangun identitas nasional yang kuat, menjawab tantangan global, menegaskan otonomi sejarah, memperkuat relevansi untuk generasi muda, dan merekonstruksi jati diri bangsa Indonesia.

“Sejarah itu bukan sekadar pelajaran di sekolah. Ia adalah fondasi bagi identitas kita sebagai bangsa. Karena itu harus ditulis secara objektif, akademis, dan melibatkan beragam pemangku kepentingan dari berbagai daerah,” jelas Hetifah.

Sejalan dengan proses pencatatan ulang, Ia juga mengingatkan agar proses penyusunan sejarah nasional ini tidak dilakukan secara tergesa-gesa, melainkan melalui koordinasi yang matang dan berorientasi pada riset ilmiah terbaru.

“Proses ini harus cermat, terbuka, dan tidak terburu-buru. Kita tidak boleh lagi mengulang narasi lama yang mengecilkan peran rakyat dari berbagai daerah dalam sejarah bangsa,” tegasnya.

Sementara itu, Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam kesempatan terpisah mengakui bahwa narasi sejarah nasional memang sudah usang. Ia menyebut bahwa terakhir kali sejarah Indonesia disusun secara resmi adalah pada masa Presiden B.J. Habibie, lebih dari dua dekade silam.

Baca Juga:   Waspada, Kasus DBD Tinggi, Terapkan Pola Hidup Sehat

Fadli menyoroti pentingnya memperbarui narasi sejarah berdasarkan temuan ilmiah terbaru, seperti situs Bongal di Sumatera Utara, yang menunjukkan jejak Islam di Nusantara sejak abad ke-7.

Ia juga menekankan perlunya menyusun sejarah nasional yang menampilkan perjuangan rakyat dari seluruh wilayah Indonesia secara setara.

Namun bagi Hetifah, apapun temuan dan perkembangan terbaru dalam dunia akademik, kunci utamanya tetap terletak pada pendekatan inklusif dan narasi yang berpihak pada bangsa sendiri.

“Jangan lagi sejarah ditulis dari sudut pandang luar. Ini saatnya sejarah kita benar-benar menjadi milik dan cerminan bangsa Indonesia,” pungkas Hetifah.

Penulis: Hadi Winata
Editor: Andi Desky

BERITA POPULER