spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

DPRD Samarinda Godok Raperda TBC dan HIV/AIDS , Sri Puji Astuti: Jangan Sampai Regulasi Hanya di Atas Kertas

Foto: Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Sri Puji Astuti. (Hadi Winata/Radar Samarinda)

SAMARINDA – Dalam memperkuat dan mempertegas regulasi penanganan Tuberkulosis (TBC) dan HIV/AIDS, DPRD Kota Samarinda tengah melakukan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait langkah preventif dan

Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Sri Puji Astuti yang menegaskan pentingnya Raperda lantaran adanya peningkatan kasus di Kota Tepian.

Menurutnya, pencegahan dan penanggulangan penyakit tersebut perlu disikapi dengan regulasi yang lebih konkret dan menyentuh kebutuhan di lapangan.

“Raperda ini merupakan inisiasi Komisi IV karena kami melihat bahwa regulasi yang ada saat ini belum cukup menjawab kebutuhan masyarakat. Bahkan Perda tentang HIV yang sudah ada sejak 2009 pun belum dioptimalkan,” ungkap Sri Puji, Senin (28/7/2025).

Politikus Partai Demokrat ini menjelaskan bahwa sebenarnya sudah ada berbagai payung hukum mulai dari undang-undang nasional, peraturan presiden, hingga peraturan wali kota terkait penanggulangan TBC dan HIV/AIDS.

Namun, pelaksanaan di lapangan masih menemui banyak hambatan, terutama dalam hal pendanaan dan dukungan dari pemerintah daerah.

Baca Juga:   GOR Segiri Bakal Bersolek, Suasana Kumuh Dihilangkan

“Banyak kegiatan masyarakat dan organisasi swasta yang bergerak dalam penanggulangan TBC dan HIV, tapi mereka kesulitan karena minimnya dukungan anggaran. Padahal, tanpa dana, upaya pencegahan dan edukasi sulit berjalan maksimal,” terangnya.

Sri Puji juga menyoroti minimnya fasilitas kesehatan yang memadai, terutama ruang isolasi khusus untuk pasien TBC dan HIV di rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta.

“Di RSUD saja ruang isolasi terbatas, paling hanya lima tempat tidur. Sementara angka kasus terus meningkat, terutama di wilayah utara Samarinda dan daerah perbatasan yang sering kedatangan warga dari daerah endemis seperti Sulawesi, Madura, dan Banjarmasin,” lanjutnya.

Selain itu, ia juga menekankan pentingnya peran serta pemerintah dalam penyediaan obat-obatan, terutama untuk kasus TBC yang sudah terdeteksi melalui screening massal. Sayangnya, jumlah obat yang tersedia seringkali tidak sebanding dengan jumlah penderita.

“Kita bisa temukan ribuan penderita, tapi obat yang tersedia sangat terbatas. Belum lagi TB anak, TB laten, atau TB resisten obat. Penanganannya tentu berbeda dan memerlukan perhatian khusus,” jelasnya.

Baca Juga:   Masuki Pelelangan, Proyek Pasar Pagi Tahap 2 Rampung Mei 2026

Selain itu, Ia juga menyoroti meningkatnya kasus HIV/AIDS pasca-penutupan lokalisasi di Samarinda. Menurutnya, penyebaran HIV kini bergeser ke tempat hiburan malam dan kos-kosan yang tidak terkontrol.

“Kita perlu akui, pasca-penutupan lokalisasi, kasus HIV malah menyebar ke tempat-tempat lain yang lebih sulit diawasi. Ini juga harus masuk dalam kajian dan strategi pencegahan ke depan,” tambahnya.

Terakhir, Sri Puji menekankan pentingnya Raperda ini sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak penderita, terutama agar tidak mengalami diskriminasi dalam dunia kerja dan layanan publik.

“Masih banyak perusahaan yang menolak pekerja dengan riwayat TB atau HIV. Ini harus kita benahi. Lewat Raperda ini, kami ingin memastikan bahwa penderita tetap mendapat hak dan perlakuan yang adil,” pungkasnya.

Penulis: Hadi Winata
Editor: Andi Desky

BERITA POPULER