Foto: Ilustrasi Doxing
SAMARINDA – Jagat maya kini tengah mengalami konflik yang cukup meresahkan, yang membuat segelintir orang menjadi takut untuk mengeluarkan pendapat. Fenomena doxing atau penyebaran identitas pribadi menjadi polemik yang dihadapi oleh sejumlah orang yang berkarir di dunia politik maupun jurnalistik.
Fenomena ini memantik respon dari berbagai kalangan, seperti masyarakat Samarinda hingga akademisi. Salah satunya datang dari Pengamat Kebijakan Publik Universitas Mulawarman (UNMUL), Syaiful Bachtiar yang menolak keras terhadap prilaku doxing.
“Tentunya kalau kebebasan berekspresi atau pendapat itu disampaikan berdasarkan dengan fakta-fakta, tentu itu mestinya dilindungi oleh undang-undang,” ujarnya.
Lebih lanjut, Syaiful menjelaskan bahwa kebebasan berpendapat sudah dijamin dan dilindungi oleh negara melalui Pasal 28E Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
Sehingga, Syaiful menekankan bahwasanya setiap masyarakat memiliki hak berpendapat yang sama, khususnya dalam mengkritik suatu pemerintahan berdasarkan fakta yang ada.
“Aturan kita sudah lengkap, negara sudah menjamin kebebasan berpendapat. Jadi fenomena ini tidak boleh dibiarkan,” tegasnya.
Menurut Syaiful, menyebarkan Identitas pribadi seseorang yang mengkritisi kebijakan atau kinerja pemerintah merupakan bentuk pelemahan terhadap demokrasi, terutama dalam asas demokrasi yang seharusnya menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat.
“Terkait fenomena buzzer serta munculnya doxing ini, harus terus dikawal. Jangan sampai perlindungan warga negara ketika menyampaikan pendapat itu terancam,” tandasnya.
Syaiful menegaskan, fenomena doxing di media sosial merupakan bentuk ancaman serius terhadap kebebasan berpendapat. Pasalnya, akibat dari perbuatan itu dapat merugikan privasi, keamanan, serta kesejahteraan individu.
“Karena masyarakat punya hak untuk berpendapat, harusnya tidak ada bentuk-bentuk intimidasi ataupun intervensi dari pihak manapun, baik secara verbal maupun non verbal,” pungkasnya.
Doxing di Samarinda sendiri, sudah mulai menjadi gaya baru dalam mengancam individu yang mengkritisi pemerintah. Baru-baru ini, founder media Selasar.co bernama Achmad Ridwan mendapat serangan oleh salah satu akun media sosial di instagram.
Sebelumnya pun, identitas dari seorang konten kreator (kingtae.life) juga mengalami hal yang sama, setelah ia kerap mengkritisi pembangunan kota dalam unggahannya. Kedua identitas pribadi ini disebar oleh oknum tak bertanggung jawab di media sosial sehingga hal ini sudah termasuk ancaman bagi kebebasan berekspresi dan berpendapat, khususnya di Kota Tepian.
Penulis: Hadi Winata
Editor: Andi Desky