SAMARINDA – Wacana libur sekolah selama sebulan penuh di bulan Ramadan yang diungkapkan Wakil Menteri Agama Muhammad Syafi’i baru-baru ini menuai beragam tanggapan dari berbagai kalangan. Salah satu yang memberikan perhatian serius adalah Susilo, pengamat pendidikan dari Universitas Mulawarman.
Menurut Susilo, kebijakan ini berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap kualitas pembelajaran siswa di Indonesia. Ia menilai, keputusan tersebut harus mempertimbangkan berbagai aspek, terutama terkait efektivitas pendidikan dan keberagaman latar belakang agama para pelajar.
“Kita harus ingat, pelajar kita tidak hanya memiliki satu latar belakang agama. Selain itu, libur sekolah selama sebulan penuh dapat menyebabkan learning loss, khususnya bagi siswa yang sedang mempersiapkan ujian akhir atau persiapan masuk perguruan tinggi,” tegas Susilo saat diwawancarai, Rabu (1/1/2025).
Ia mengusulkan alternatif agar sekolah tetap berjalan dengan jadwal yang disesuaikan selama Ramadan. Jam belajar bisa dipersingkat hingga pukul 10 atau 12 siang, dan setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan religius seperti pesantren Ramadan.
“Dengan cara ini, pendidikan formal dan spiritual bisa berjalan seiring tanpa mengorbankan salah satunya,” jelasnya.
Susilo juga menyoroti pentingnya kebijakan ini dirancang dengan pendekatan inklusif. Sebagai negara dengan masyarakat multikultural dan multireligius, kebijakan terkait pendidikan sebaiknya tidak hanya berfokus pada satu kelompok, tetapi juga memperhatikan kebutuhan semua pelajar.
Lebih jauh, ia mengingatkan implementasi kebijakan semacam ini tidak bisa dilakukan tanpa koordinasi yang matang antara berbagai pihak.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Agama (Kemenag), dan pemerintah daerah harus terlibat aktif dalam diskusi dan pengambilan keputusan.
“Jika tidak dipikirkan matang-matang, kebijakan ini bisa menciptakan kesenjangan dalam proses belajar-mengajar. Anak-anak kita yang seharusnya mendapat pendidikan berkualitas justru bisa tertinggal,” ungkap Susilo.
Di sisi lain, Susilo mengakui kegiatan Ramadan dapat menjadi momentum untuk memperkuat nilai-nilai religius bagi siswa. Namun, hal itu tidak seharusnya dilakukan dengan mengorbankan pembelajaran formal yang sudah dirancang sesuai kurikulum nasional.
Dengan wacana ini masih dalam tahap pembahasan, Susilo berharap pemerintah mampu mendengar berbagai masukan dari pakar, guru, orang tua, dan pelajar itu sendiri.
“Tujuan pendidikan adalah mencetak generasi yang cerdas dan berkarakter. Jadi, semua keputusan harus mengarah ke sana,” pungkasnya.
Penulis: Hanafi
Editor: Nicha R