SAMARINDA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menjadi salah satu inisiator pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit daerah. Bersama 22 provinsi penghasil sawit lain, Kaltim mendesak pemerintah pusat untuk memberikan DBH Sawit.
Kebijakan tersebut dicetuskan sejak kepemimpinan Isran Noor dan Hadi Mulyadi yang tak lagi menjabat sejak Oktober 2023 lalu. DBH Sawit akan sama halnya dengan DBH lain seperti, tembakau, batu bara, serta minyak dan gas.
Usulan DBH Sawit ini diakomodir pemerintah pusat melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah (HKPD).
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim, Ismiati menerangkan hasil dari DBH Sawit akan difokuskan kepada pembangunan infrastruktur di berbagai sektor. Terkait pula infrastruktur perkebunan dan infrastruktur publik lainnya.
“Jadi, kita sudah dorong penggunaan dana ini untuk peningkatan infrastruktur, seperti yang dibutuhkan Dinas PUPR dan Dinas Perkebunan,” ujar Ismiati.
Ismiati melanjutkan alokasi DBH Sawit untuk di tahun 2024 sebesar Rp38 miliar dari Rp 200 miliar lebih yang sudah diserahkan oleh pusat. Sisanya dialokasikan untuk kabupaten/kota di Kaltim.
“Meskipun nilainya dianggap kecil, namun kami bersyukur perjuangan kita telah membuahkan hasil. Penganggaran earmarking untuk DBH Sawit ini berjalan lancar,” ucapnya.
Namun pencarian dana DBH Sawit tergantung pada persyaratan yang telah ditetapkan. Karena sifatnya earmarking, maka peruntukkan dananya harus juga sesuai.
Diketahui selama ini, pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dikelola oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan tanpa ada pembagian ke daerah penghasil. Inilah kemudian yang dituntut oleh Pemprov Kaltim di masa jabatan Isran Noor dan Hadi Mulyadi.
Di tempat lain, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman (Unmul), Zulkarnain menganggap bahwa sudah sepantasnya daerah juga turut menikmati hasil Sumber Daya Alam (SDA) untuk pembangunan hingga kesejahteraan daerah.
“Dari yang kami hitung, nilai ekonomi komoditas Sawit dari Kaltim ini sekitar Rp 200 triliun lebih. Itu baru CPO dan kernel, belum yang lain. Jadi, sebenarnya kita bisa transformasi ekonomi pasca tambang, kalau itu dibagi ke daerah,” bebernya.
Selain DBH Sawit, pihaknya bersama Bapenda tengah mengukur potensi penerimaan DBH potensial lainnya. Seperti DBH dari Kehutanan, ESDM, Telekomunikasi dan Perhubungan.
Selain itu ada hal lain yang patut diperjuangkan tentang terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batubara.
“Ini terkait profit sharing IUPK batu bara. Profit sharing batu bara, khusus Kaltim saja, kita menerima Rp1,2 triliun. Khusus provinsi menerima lebih Rp 300 miliar dan penghasil terbanyak penerima tahap pertama adalah Kutai Timur sekitar Rp 500 miliar, setengah triliun lebih,” pungkasnya.
Sehingga menurut Zulkarnain kedepan potensi seperti ini bila terus ditingkatkan, maka daerah bisa menikmati hasil SDA-nya sendiri dan tidak lagi bergantung pada dana APBN belaka.
Pewarta: Khoirul Umam
Editor: Nicha R