SAMARINDA – Diseminasi merujuk kepada penyebaran informasi hasil penelitian kepada khalayak luas. Hal itu bertujuan untuk meninjau kembali temuan di lapangan. Dalam hal Ini perihal aspek ekonomi, ketenagakerjaan, sosial, infrastruktur fisik hingga ketidaksetaraan gender dan spasial di Indonesia.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia hadir ke Kalimantan Timur untuk memaparkan diseminasinya bertajuk “The Inequality Diagnostic Report of Indonesia”, di Swiss-Bell Hotel, Jalan Mulawarman, Samarinda pada Selasa (23/7/2024).
Program ini bekerja sama dengan Agence Francaise Development (AFD) dan didukung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional.
Muhammad Hanri selaku perwakilan peneliti UI memaparkan data per data, baik secara nasional maupun lokal Kaltim. Pada temuannya menjelaskan ketimpangan sosial di Kaltim sudah mulai menurun.
“Data 2018-2021 turun didorong oleh kenaikan PDB Per-Kapita. Karena naik, itu mendorong orang-orang di bawah itu makin kaya,” jelasnya.
Penurunan itu juga diiringi dengan rerata pengeluaran perkapita per-bulan di Kaltim. Meski begitu, ketimpangan perkotaan dan pedesaan masih terdapat jarak senjang. Begitu hasil dari Indeks Gini berdasarkan pengeluaran perkapita riil perbulan.
Itu kalau ekonomi, berbeda dengan ketimpangan ketenagakerjaan. Secara data, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) paling tinggi ditemukan dari perguruan tinggi sedangkan paling rendah ditemukan pada lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kemudian Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) data 2021 mencatat tingkatnya lebih tinggi bagi lulusan SMK.
Selain itu, tingkat pengangguran perempuan di Kaltim terus membaik meski kesenjangan antar gender masih terlihat. Tingkat pengangguran perempuan lebih tinggi di tahun 2012 – 2018 dengan perbedaan sampai titik 9,1 persen.
Terlepas daripada itu secara keseluruhan akses terhadap sanitasi layak terus meningkat dan lebih tinggi daripada Nasional. Apalagi Kaltim mencapai 89,8 persen pada 2021 dan itu jauh dari rerata Nasional.
Di akhir pemaparannya, Hanri mengurai tren akses air minum secara umum mengalami stagnasi justru lebih rendah dari angka Nasional. Kaltim berada di angka 80 persen dari rerata 90 persen secara nasional.
Direktur Kelompok Kerja (Pokja) 30 Kaltim, Buyung menyampaikan hal lain saat sesi penyampaian pendapat. Menurutnya, Kaltim jutru memiliki ketimpangan lain, tidak hanya sebatas pendidikan. Hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi persoalan baru perihal ketimpangan.
“Soal tambang misalnya, atau tenaga kerja di IKN, banyak diambil dari luar daerah yang bukan Kaltim. Hal ini menambah ketimpangan sosial di Kaltim,” ungkapnya.
Senada dengan hal tersebut, Akademisi Ekonomi Unmul, Hairul Anwar menganggap data yang disampaikan tidak ada hal baru hanya bagian dari data Badan Pusat Statistik (BPS). Ia menyayangkan data yang disampaikan tidak spesifik kepada Kaltim.
“Mereka ini tidak meneliti spesifik Kaltim, jadi penelitiannya masih Indonesia secara luas,” pungkasnya.
Pewarta: Khoirul Umam
Editor : Nicha R