SAMARINDA – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim) mensinyalir oligarki pemerintah sebagai penyebab suburnya pertambangan ilegal di wilayah tersebut.
Hal ini disampaikan oleh Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari, dalam pertemuan dengan Penjabat Gubernur Akmal Malik di ruang VVIP Rumah Jabatan Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda, pada Jumat (29/6/2024) lalu.
Diketahui, pertambangan ilegal adalah kegiatan penambangan yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan tanpa memiliki izin dan tidak menggunakan prinsip penambangan yang baik dan benar.
Mareta menyoroti adanya oligarki yang melibatkan politisi, pengusaha, dan aparat penegak hukum dalam bisnis tambang.
Pertambangan batu bara memungkinkan membuat buta para politisi, bagi politisi bisnis ini sangat cepat menghasilkan uang tetapi perlindungannya terhadap masyarakat sangat lemah.
Dia curiga ada keterlibatan partai politik dan pihak swasta yang terafiliasi dengan tambang di Kaltim, yang menjadikan praktek ini sulit diberantas.
Jatam Kaltim berharap agar ada tindakan nyata dari pemerintah untuk melindungi masyarakat dan lingkungan dari dampak negatif aktivitas tambang ilegal.
“Kami menunggu tindakan tegas dari pemerintah,” pungkas Mareta.
Mareta mencontohkan kasus di Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu telah menolak pertambangan sejak tahun 2009.
Namun perusahaan yang ditolak hingga sekarang masih beraktivitas.
Oleh sebab itu, Jatam Kaltim mendesak agar pemerintah Provinsi Kaltim segera membentuk satuan tugas khusus untuk menindak tambang ilegal.
“Tidak ada tindakan lanjut yang jelas terhadap aktivitas tambang ilegal yang diliput media. Dugaan korupsi dan pengambilan peralihan dari batu bara juga tidak pernah teridentifikasi,” kata Mareta.
Selain itu, Mareta juga mengungkapkan dari tindakan aktivitas tambang ilegal menyebabkan intimidasi terhadap masyarakat, dengan merusak tanaman warga terus mengganti ruginya, menurut Mareta itu juga salah satu bentuk intimidasi.
“Intimidasi ini ada berbagai bentuk. Masyarakat berhadapan langsung dengan aktivitas tambang ilegal, dan mereka juga korban intimidasi,” tegasnya.
Dalam pantauan Jatam Kaltim beberapa tahun ini mencatat ada 178 titik tambang ilegal yang ditemukan sejak 2018 hingga sekarang di seluruh Kaltim.
“Mungkin lebih banyak karena banyak yang tidak teridentifikasi,” jelas Mareta.
Dalam kesempatan tersebut pula, Mareta mengklarifikasi anggapan bahwa Jatam tidak bermitra dengan pemerintah, menurut Mareta hal itu pernyataan konyol, karena Jatam kaltim memiliki SK dari Kemenkumham.
“Dengan SK ini artinya kami ini berkolaborasi dengan pemerintah pusat, Selama pemerintah daerah menjalankan tugas perlindungannya terhadap masyarakat, maka tidak akan berseberangan dengan Jatam. Namun, saat ini banyak pelanggaran yang dilakukan pemerintah, seperti perizinan tambang yang diterbitkan untuk setengah dari luas Kaltim,” tuturnya.
Penulis : Hanafi
Editor : Nicha R